Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi VII DPR RI, Dewi Aryani, mengatakan bahwa pembahasan soal program pengendalian bahan bakar minyak (BBM), di antaranya pembatasan BBM, yang ditawarkan oleh Pemerintah makin menjauh dari solusi prorakyat.
"Situasi darurat sudah terjadi di negara ini. Semua pemangku kepentingan sudah menolak rencana pembatasan yang direncanakan oleh Pemerintah," kata Dewi Aryani, wakil rakyat dari Fraksi PDI Perjuangan, kepada ANTARA News di Jakarta, Senin.
Ia mengatakan bahwa penolakan terjadi pada saat rapat dengar pendapat dengan beberapa pemangku kepentingan, dan juga hasil kajian serta pemikiran para pakar.
Menurut Dewi, peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perpu) harus segera dikeluarkan untuk menghindari situasi 'chaos'. Perpu ini harus dikeluarkan oleh Presiden untuk mengantisipasi situasi darurat NKRI saat ini.
Menyinggung kembali rencana Pemerintah yang melarang mobil dinas menggunakan premium, dia menegaskan, "Sama saja Pemerintah melakukan dobel kesalahan.Yang pertama, pelanggaran konstitusi; kedua, pemborosan anggaran negara yang nilainya bisa triliunan karena BBM pertamax yang digunakan para pengguna mobil dinas akan menggunakan anggaran negara."
Ia mengutarakan bahwa Pemerintah telah melakukan pelanggaran konstitusional (inkonstitusional), yaitu terhadap UUD 1945 dan melanggar Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 002/PUU-I/2003.
Seluruh anggota Komisi VII dari Fraksi PDI Perjuangan, kata dia, telah menandatangani surat resmi kepada pimpinan DPR untuk segera melakukan langkah-langkah konstitusional dan tata tertib DPR RI, yaitu melakukan upaya 'koreksi' secepatnya terhadap ketentuan UU No. 22 Tahun 2011 tentang APB Tahun Anggaran 2012, khususnya Pasal 7 Ayat (4) berikut penjelasannya.
"Atau, setidak-tidaknya menghapus penjelasan Pasal 7 Ayat (4) yang mengatur pembatasan konsumsi BBM jenis premium untuk kendaraan roda empat pribadi pada wilayah Jawa-Bali sejak 1 April 2012," kata Dewi Aryani.
(D007)
Pewarta: D.Dj. Kliwantoro
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2012