Jakarta (ANTARA News) - Mantan presiden Megawati Soekarnoputri mengatakan bahwa Pasal 27, 28, 29, 31, 33, dan 34 Undang-Undang Dasar 1945 yang menyangkut hal-hal sangat prinsipil tidak boleh diubah dan bersifat tetap.
"Pasal-pasal tersebut merupakan penerjemahan langsung Pancasila yang merupakan dasar hukum bangsa ini, oleh karena itu tidak boleh berubah," kata Megawati dalam sambutan yang dibacakan oleh Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Tjahjo Kumolo dalam forum Pekan Konstitusi, UUD1945, Amandemen, dan Masa Depan Bangsa, di Jakarta, Senin.
Pasal 27 ayat 2 menyatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapat pekerjaan dan penghidupan yang layak. Pasal 28 menjamin kemerdekaan untuk berserikat, berkumpul, dan menyampaikan pendapat secara tulisan maupun lisan. Pasal pada amandemen I-IV juga menyangkut hak-hak warga negara lainnya.
Pasal 29 menyatakan bahwa Negara berdasar pada Asas Ketuhanan Yang Maha Esa. Pasal 31 memberi landasan bagi hak warga negara untuk mendapat pendidikan, pasal 33 menegaskan soal kemandirian ekonomi bangsa, sementara Pasal 34 mengatur kewajiban negara untuk memelihara fakir miskin dan penyediaan layanan kesehatan.
"Pasal-pasal itulah yang menjamin kedaulatan negara dalam bidang politik, berdiri di atas kaki sendiri di bidang ekonomi dan berkepribadian dalam kebudayaan," kata Mega.
Mega mengatakan, amandemen kelima yang sebelumnya banyak disuarakan oleh Dewan Perwakilan Daerah (DPD), harus menjadi momentum untuk meluruskan kembali liberalisasi politik dan ekonomi yang telah mengaburkan gambaran ideal rakyat sebagai negara berdaulat berdasarkan Pancasila.
"Saya tegaskan bahwa amandemen harus dijawab dengan sikap kenegarawanan, dan dalam suatu pemahaman yang kuat terhadap Pancasila sebagai ideologi bangsa dan negara," kata Mega.
Mega mengatakan bahwa saat ini Pancasila tidak lagi menjiwai Batang Tubuh UUD 1945 amandemen IV yang mengakibatkan Indonesia menjadi bangsa yang mudah goyah dan terombang-ambingkan oleh pusaran gelombang kepentingan global.
Mega juga berkomentar bahwa amandemen yang sudah dilakukan empat kali dibuat dalam suasana euforia runtuhnya Orde Baru yang didominasi oleh suasana kebatinan yang menjadikan kebebasan adalah segala-galanya. Selain itu amandemen juga merupakan proyeksi kemarahan terhadap Orde Baru.
"Namun amandemen juga mendekatkan Indonesia pada gambaran sebagai negara ideal, ada pembatasan masa jabatan presiden, penghapusan dwifungsi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (sekarang TNI), peningkatan kualitas demokrasi, dan kebebasan pers," kata dia.
Pekan Konstitusi merupakan acara yang digelar 30 Januari-4 Februari untuk membahas usulan DPD tentang amandemen kelima. Acara ini dihadiri beberapa tokoh di antaranya mantan wakil Presiden Jusuf Kalla, Ketua Umum Muhammadiyah Din Syamsudin, Wakil Ketua MPR Hajriyanto Tohari, Jenderal (Purn) Try Sutrisno, mantan Ketua Nahdlatul Ulama Hasyim Muzadi, Ketua DPD Irman Gusman, dan Sultan Hamengkubuwono X.
DPD mengusulkan 10 poin penting perubahan UUD 1945 di antaranya adalah, memperkuat sistem presidensial, mengoptimalkan sistem perwakilan DPD, membuka calon presiden jalur perseorangan, memperkuat peran Mahkamah Konstitusi, penambahan pasal Hak Asasi Manusia dan penajaman bab tentang pendidikan dan ekonomi.
(G005/R010)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2012