Jakarta (ANTARA) - Kepala Bagian Pemberitaan dan Hubungan Antar Lembaga Biro Humas Sekretariat Jenderal (Setjen) MPR Budi Muliawan mendorong para mahasiswa sebagai agen perubahan untuk menguasai dan memanfaatkan teknologi digital sehingga memiliki ruang lebih luas untuk menjadi wirausahawan.
"Digitalisasi, yang dalam beberapa tahun belakangan berkembang sangat cepat, memberikan ruang dan kemudahan seluas-luasnya dalam menjalankan usaha. Ketika situasi dan kondisi perekonomian global terpuruk akibat pandemi COVID-19, bisnis berbasis digital justru berjaya," kata Budi Muliawan atau Wawan dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Senin.
Hal itu dikatakan Wawan saat menjadi pembicara dalam Sarasehan Kehumasan MPR RI bertajuk "Menyapa Sahabat Kebangsaan", yang digelar Setjen MPR bekerja sama dengan Fakultas Ekonomi Unversitas Djuanda (FE Unida) di Kampus Unida, Bogor, Jawa Barat.
Di tengah kondisi teknologi digital yang belum berkembang pesat seperti saat ini, lanjutnya, apabila seseorang ingin menjadi wirausahawan maka harus berupaya keras memikirkan pemenuhan fasilitas fisik, seperti modal besar, bangunan toko, dan jumlah karyawan. Namun, menurut dia, kondisi saat ini berubah total dengan konsep yang dijalankan market place, seperti Tokopedia, Bukalapak, Alibaba, dan Amazon.
"Mereka saat ini merajai dunia usaha karena memanfaatkan teknologi digital. Di saat toko-toko ritel konvensional terpuruk akibat pandemi COVID-19, toko-toko digital malah masih bisa meraup laba besar," jelasnya.
Baca juga: Setjen MPR: Perlu langkah adaptif hadapi tantangan globalisasi
Dia juga mengingatkan para mahasiswa sebagai kaum terpelajar agar berperan sebagai agen perubahan, penjaga nilai, dan kekuatan moral bangsa Indonesia.
"Dalam sejarah bangsa, peran-peran itu telah dilakukan oleh mahasiswa di tengah kesibukan mereka menimba ilmu. Misalnya, Kebangkitan Nasional 1908, Sumpah Pemuda 1928, Proklamasi 1945, dan peralihan kekuasaan tahun 1966 dan 1998; semua dilakukan mahasiswa," katanya.
Dia menilai tantangan kebangsaan bagi mahasiswa berbeda dari masa ke masa. Misalnya, lanjutnya, di era teknologi digital yang canggih dan masif, arus informasi menjadi mudah masuk ke berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia.
Persoalannya, katanya, tidak semua informasi masuk bisa memberikan dampak positif dalam memperkuat nilai-nilai kebangsaan, melainkan ada pula yang bersifat merusak.
Dia mencontohkan budaya K-Pop dari Korea Selatan yang banyak digemari kaum muda Indonesia. Menurutnya, Korean-wave yang merajai masyarakat Indonesia bisa menyebabkan anak muda lebih mengenal artis-artis Korea daripada pahlawan bangsa.
"Mahasiswa tidak hanya menjaga nilai-nilai kebangsaan, namun mereka diharapkan juga mampu menjadi agen perubahan dan mampu menempatkan diri sebagai sosok yang bisa membawa perubahan ke arah yang lebih baik. Untuk mencapai tujuan tersebut mahasiswa perlu mempersiapkan diri," ujarnya.
Mahasiswa juga harus menjadi penjaga nilai-nilai moral serta bisa memahami dan mengaktualisasikan nilai moral yang ada. Misalnya, budaya yang selalu menyapa dengan ramah antar-warga serta telah menjadi kebiasaan yang melekat di masyarakat, katanya.
Turut hadir dalam sarasehan tersebut ialah Plt. Deputi Administrasi Setjen MPR Siti Fauziah, Dekan FE Unida Sri Harini, tenaga pengajar FE Unida Rachmat Gunawan, dan ratusan mahasiswa serta dosen FE Unida.
Baca juga: Sekjen MPR apresiasi terobosan peluncuran Buku Digital MPR
Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Fransiska Ninditya
Copyright © ANTARA 2022