FINA membuat keputusan pada Minggu setelah anggotanya mendengar laporan dari gugus tugas transgender yang terdiri atas tokoh medis, hukum dan olahraga terkemuka.
David Gerrard, wakil ketua Komite Kedokteran Olahraga FINA, mengatakan itu adalah "hasil terbaik" untuk olahraga dan atletnya, dan didukung oleh proses yang kuat.
"Menurut saya, pendekatan FINA terhadap hal ini sangat mencerahkan, sangat seimbang, sudah diinformasikan," kata Gerrard, mantan perenang Olimpiade asal Selandia Baru, kepada Reuters, Senin.
"Itu mengenali suara atlet, bukti ilmiah, objektif, dan masalah hak asasi manusia (dan) hukum yang agak lebih subjektif yang diperdebatkan dengan sangat kuat oleh pengacara yang hadir.
“Saya berharap model itu menjadi sesuatu yang diperhatikan oleh cabang olahraga lain.
Baca juga: FINA akan voting tentang kebijakan transgender pada Minggu
Pendukung inklusi transgender berpendapat bahwa belum cukup banyak penelitian yang dilakukan mengenai dampak transisi pada kinerja fisik, dan bahwa atlet elit seringkali merupakan outlier fisik dalam hal apa pun.
Equality Australia meminta FINA untuk meninjau "kebijakan trans-eksklusif" barunya dan mengatakan keputusan itu akan "secara efektif mengecualikan sebagian besar perempuan trans dari bersaing di tingkat elite dalam olahraga yang mereka sukai".
'Titik penting'
Dalam kebijakan terbaru FINA, atlet transgender laki-laki-ke-perempuan memenuhi syarat untuk berkompetisi hanya jika "mereka dapat membuktikan ... bahwa mereka tidak mengalami bagian apa pun dari pubertas pria di luar Tanner Tahap 2 (pubertas) atau sebelum usia 12 tahun, yang mana saja nanti".
Gerrard mengatakan FINA memiliki banyak bukti untuk mendukung keputusannya, mengutip para ahli pada kongres Minggu yang menunjukkan bahwa perenang pria berusia 14 tahun mencatat waktu yang akan memenangi emas Olimpiade di nomor putri.
“Titik kritis di sini adalah pengaruh pubertas laki-laki,” katanya.
"Saya dengan hormat menyarankan agar komunitas transgender melihat penelitian ini, dan angka-angkanya sangat jelas dalam keuntungan yang dimiliki pria muda dibandingkan wanita dewasa dalam olahraga."
Baca juga: FINA batalkan kejuaraan dunia renang junior di Rusia
Hak transgender telah menjadi pokok pembicaraan utama karena olahraga berusaha untuk menyeimbangkan inklusi dengan keadilan.
Perdebatan meningkat setelah perenang Universitas Pennsylvania Lia Thomas menjadi juara NCAA transgender pertama dalam sejarah Divisi I setelah memenangi gaya bebas 500 yard putri awal tahun ini.
Olahraga lain telah menerapkan kebijakan yang membatasi atlet transgender dalam kompetisi elite putri, termasuk rugby internasional, bersepeda, dan football Australian Rules.
Namun, Komite Olimpiade Internasional mengatakan pada November bahwa tidak ada atlet yang harus dikeluarkan dari kompetisi dengan alasan keuntungan yang dirasakan tidak adil, sambil menyerahkan kepada federasi olahraga untuk memutuskan.
"Ini adalah masalah yang harus kita hadapi dan perdebatan akan berlanjut," kata Gerrard.
"Tetapi ketika menyangkut keadilan dan keselamatan, Anda harus membatasi."
Baca juga: FINA skors Rylov karena ikut unjuk rasa dukung serangan ke Ukraina
Pewarta: Fitri Supratiwi
Editor: Irwan Suhirwandi
Copyright © ANTARA 2022