Jakarta (ANTARA) - Organisasi Riset Tenaga Nuklir (ORTN) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melakukan penelitian bersama dengan Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam pemantauan karbon hitam dengan menggunakan alat AE33 Aethalometer.
"Target penelitian pemantauan karbon hitam ini dalam kerangka pembangunan lingkungan yang bersih dan sehat," kata Kepala Pusat Riset Teknologi Deteksi Radiasi dan Analisis Nuklir (PRTDRAN) ORTN BRIN Abu Khalid Rivai dalam keterangan yang diakses ANTARA di laman resmi BRIN di Jakarta, Jumat.
Khalid menuturkan hasil dari riset bersama yang menggunakan teknologi mutakhir tersebut diharapkan dapat digunakan untuk melengkapi parameter pemantauan kualitas udara Jakarta serta kota-kota lainnya di Indonesia sehingga penentuan sumber pencemar bisa lebih komprehensif.
"Sehingga hal ini dapat menjadi acuan dalam merumuskan kebijakan pengendalian kualitas lingkungan udara khususnya karbon hitam," ujarnya.
Baca juga: BRIN: Pengembangan nuklir di Indonesia perlu dukungan kebijakan
Berdasarkan Wikipedia, karbon hitam adalah komponen dari partikel halus yang terbentuk melalui pembakaran bahan bakar fosil, bahan bakar nabati, dan biomassa yang tidak lengkap, dan dipancarkan dalam jelaga antropogenik dan yang terjadi secara alami.
Karbon hitam menyebabkan morbiditas manusia dan mortalitas prematur. Karbon hitam menghangatkan bumi dengan menyerap sinar matahari, memanaskan atmosfer dan mengurangi albedo ketika disimpan di salju dan es, dan secara tidak langsung melalui interaksi dengan awan.
Profesor riset sekaligus peneliti ahli utama PRTDRAN ORTN BRIN Muhayatun mengatakan telah dilakukan pemasangan alat AE33 Aethalometer di lokasi pemantauan AQMS Jakarta-1 yang terletak di Bundaran Hotel Indonesia di DKI Jakarta.
Ia menuturkan pemantauan menggunakan AE33 Aethalometer itu akan mampu menentukan kontribusi total karbon hitam, yaitu berapa persen yang berasal dari pembakaran bahan bakar fosil dan berapa persen yang berasal dari pembakaran biomassa.
Baca juga: BRIN kembangkan alat pemantau ekosistem pesisir yang aplikatif
"Kita dapat menggunakan model Aethalometer untuk memisahkan kontribusi massa partikulat pembakaran bahan bakar fosil dan biomassa. Pendekatan ini telah diterapkan dalam banyak penelitian di Eropa dan Amerika Utara, tetapi tidak secara khusus di negara berkembang seperti Indonesia," ujarnya.
Hasil kerja sama riset itu diharapkan dapat bermanfaat untuk merancang kebijakan yang tepat dan sesuai terkait pencemaran udara, termasuk untuk mendapat nilai tambah dari pengukuran karbon secara terus menerus dan mengkarakterisasi aerosol di Indonesia.
Pemantauan yang mulai dilakukan pada akhir April 2022 itu menggunakan alat AE33 Aethalometer yang merupakan bentuk kerja sama riset antara PRTDRAN ORTN dengan Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta, dengan dukungan ahli kualitas udara dari Universitas Rochester di New York, Amerika Serikat, serta ahli aerosol dari Eropa.
Aethalometer sebagai instrumen yang digunakan untuk pemantauan dan spesiasi karbon hitam secara real-time.
Dalam pemantauan karbon hitam, Aethalometer dapat dimanfaatkan untuk meneliti terkait kesehatan masyarakat dan kesehatan kerja, perubahan iklim, visibilitas, emisi sumber stasioner, emisi kendaraan dan mesin, modifikasi curah hujan, dampak pada hasil pertanian dan degradasi cagar budaya.
Baca juga: BRIN dorong akselerasi teknologi pemuliaan ciptakan varietas unggul
Rencananya alat pemantau karbon hitam akan dipasang di dua kota, yakni Jakarta dan Serpong di Tangerang Selatan, Banten.
Pewarta: Martha Herlinawati Simanjuntak
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2022