Wellington (ANTARA) - Perdana Menteri Samoa Fiame Naomi Mata'afa pada Jumat menegaskan bahwa isu keamanan di kawasan Pasifik harus dan bisa ditangani oleh negara di kawasan yang bersangkutan dan kemudian menambahkan bahwa China tetap menjadi mitra ekonomi yang menarik mengingat ukurannya.
Pengaruh China yang berkembang di Pasifik dan potensi militerisasi di negara-negara pulau kecil yang tersebar di Pasifik Selatan telah mengkhawatirkan negara tetangga Australia dan Selandia Baru dan sekutu mereka, Amerika Serikat.
"Semua orang tertarik pada China - mereka adalah pasar yang besar, daya beli kuat sebagainya," kata Mata'afa dalam sebuah wawancara dengan Reuters selama kunjungan resmi ke Selandia Baru.
Pengaruh regional China yang meningkat menjadi sorotan setelah Pulau Solomon menandatangani pakta keamanan dengan Beijing awal tahun ini.
"Sebagai sebuah kawasan, kami perlu menangani masalah (keamanan) dalam konteks yang lebih luas dari apa yang sudah kami miliki," kata Mata'afa mengutip perjanjian keamanan regional sebelumnya.
Pertemuan para pemimpin Forum Kepulauan Pasifik mendatang, akan membahas apakah lebih banyak yang perlu dilakukan di bidang keamanan sehingga negara-negara pulau lain tidak merasa mereka perlu meminta bantuan ke luar kawasan, tambahnya.
Forum tersebut mewakili 18 negara pulau yang mencakup tiga kelompok budaya dan geografis, yaitu Pasifik Mikronesia, Melanesia dan Polinesia, serta Australia dan Selandia Baru. Beberapa anggota memiliki hubungan diplomatik dengan Taiwan sementara sebagian besar mengakui Beijing.
Secara tradisional Australia dan Selandia Baru telah menjadi mitra keamanan dan bantuan utama bagi negara-negara kepulauan, yang memasok bantuan pembangunan dan bencana serta bantuan militer bila diperlukan.
Mata'afa mengatakan dia memahami kawasan itu semakin diperebutkan, tetapi China telah lama hadir sebagai mitra diplomatik dan ekonomi dan "apa yang saya tidak suka adalah jika ada unsur rasisme."
Kawasan tersebut tidak lagi hanya bagian dari narasi "Pasifik Biru" tetapi telah dikemas dalam Indo-Pasifik yang jauh lebih besar dan perlu diberi lebih banyak suara, katanya.
"Sekarang Amerika pada dasarnya ingin kembali. Dan juga, menurut saya, meningkatkan peran dan fungsi Australia dan Selandia Baru," katanya. "Ada perubahan besar dalam pengaturan geopolitik."
Mata'afa mengatakan, negara-negara Pasifik Selatan belum diajak berkonsultasi tentang pembentukan AUKUS, sebuah kelompok keamanan yang diumumkan tahun lalu yang mencakup Australia, Inggris, dan Amerika Serikat, dan dia merasa negara Pasifik seharusnya dilibatkan.
Dalam pertemuan baru-baru ini, dia mengatakan telah bertanya kepada para pemimpin Selandia Baru dan Australia apakah sebagai negara-negara Pasifik, mereka ingat dengan keluarga Pasifik mereka ketika membahas politik dengan negara-negara seperti Amerika Serikat dan China.
Perubahan Iklim
Meski kontes geopolitik bersifat kekinian, Mata'afa mengatakan tantangan yang lebih besar yang dihadapi kawasan ini adalah pemulihan dari COVID-19 dan masalah kesehatan yang lebih luas, serta perubahan iklim.
"Ada efek langsung dengan perambahan naiknya air laut dan erosi garis pantai dan meningkatnya keteraturan bencana alam sekarang," katanya.
"Bencana alam telah menjadi faktor yang cukup signifikan dalam lintasan pembangunan kawasan. Anda maju beberapa langkah, Anda terkena topan."
Bagi negara-negara Pasifik, perubahan iklim memiliki implikasi kedaulatan yang sangat nyata karena pulau-pulau menghadapi kenyataan menyusut atau menghilang.
"Terbatasnya luas daratan kami membuat kami tidak memiliki kemewahan untuk pindah ke bagian lain negara ini," katanya.
Baca juga: PM Samoa: Hubungan dengan China harus dibahas dalam forum Pasifik
Baca juga: Menlu China kunjungi Tonga setelah pakta regional Pasifik ditunda
Penerjemah: Atman Ahdiat
Editor: Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2022