"Akar terorisme adalah ajaran radikalisme atau garis keras. Dari sinilah terorisme harus dipangkas dan di titik ini pula pemerintah memerlukan bantuan dari segenap masyarakat sipil, khususnya kelompok Islam moderat," kata Petrus di Jakarta, Rabu.
Saat menjadi pembicara seminar "Dari Radikalisme ke Terorisme, Memperluas Spektrum Deradikalisasi Dalam Mengokohkan Empat Pilar Kehidupan Berbangsa" Petrus kemudian menggambarkan piramida terorisme beserta aktor utama penanggulangannya.
Pada puncak piramida terdapat aksi terorisme yang menjadi tugas utama Datasemen Khusus 88 untuk menanggulanginya.
Di bawah puncak piramida terdapat ajaran radikal atau garis keras, dan di wilayah ini BNPT bertanggung jawab untuk membatasi pergerakannya agar tidak berkembang menjadi aksi teror.
Pada bagian piramida paling bawah dan paling besar, terdapat para simpatisan ajaran radikal. Menurut Petrus, pada garis inilah akar terorisme harus dipangkas dan di wilayah ini pula masyarakat sipil dapat berperan menanggulangi terorisme dari bibit awalnya.
Petrus juga mengingatkan masyarakat untuk waspada pada perubahan pola gerakan terorisme pada dua tahun terakhir.
"Teroris tidak lagi merekrut masyarakat kelas bawah dengan tingkat pendidikan rendah, justru sebaliknya, mereka justru mencari orang berpendidikan dengan latar belakang ekonomi mapan," kata dia.
Lebih lanjut, Petrus menjelaskan bahwa metode tindakan terorisme bukan lagi meledakkan bom yang mematikan orang banyak melainkan dengan penembakan dan peracunan dengan korban yang spesifik.
"Targetnya bukan lagi jumlah kematian yang banyak dan korban yang tidak dikenal, namun serangan diarahkan pada orang tertentu yang dianggap bertanggung jawab terhadap sesuatu yang tidak mereka setujui," kata Petrus.
Menurut Petrus, anggota kelompok Islam liberal dan anggota kepolisian merupakan dua target saat ini menjadi incaran para teroris.
"Bom buku di Jakarta beberapa waktu lalu dan juga penembakan pada anggota kepolisian 2011 adalah contoh yang membuat kita belajar bahwa pola gerakan teroris sudah berubah," kata dia. (G005/U002)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2012