Jakarta (ANTARA News) - Sebanyak 64 tenaga kerja Indonesia (TKI) saat ini ditahan di rumah tahanan Sanchia, Taiwan, karena terlibat berbagai masalah, sebagian besar di antaranya kabur dari majikan dan bekerja secara ilegal. Di Taiwan majikan yang mempekerjakan pekerja asing ilegal mendapat sanksi berat, sedang TKI yang tidak pulang ke rumah majikan selama tiga hari akan dinyatakan kabur. Dalam proses hukum, sebelum dideportasi para pekerja ilegal itu akan didenda sebesar 30.000-150.000 new dolar Taiwan (NT$)dan dinyatakan tidak boleh masuk ke Taiwan selama lima tahun. Kepala Bidang Imigrasi, Konsuler dan Ketenagakerjaan Kamar Dagang dan Ekonomi Indonesia (KDEI), Erwin Aziz, ketika dihubungi di Taipei, Rabu, mengatakan hukuman bagi TKI yang bekerja secara ilegal memang cukup berat. Karena itu jika TKI tidak cocok dengan majikannya, atau mengalami kekerasan, pelecehan, dan bekerja tidak sesuai dengan kontrak lebih baik mengadu ke "shelter" resmi untuk TKI di Taoyen, 30 kilometer sebelah selatan Taipei. TKI juga bisa melapor ke polisi, dinas tenaga atau lembaga pengaduan resmi di masing-masing kota tempat TKI bekerja. Erwin menyatakan setiap lembaga yang mendapat pengaduan biasanya akan segera merespon. "Di Taiwan, lembaga pelayanan masyarakat akan segera merespon pengaduan karena mereka (aparat) yang merespon secara cepat akan mendapat penghargaan dari pemerintah," katanya. Sementara di Taoyen, kini terdapat 10 TKI bermasalah dan ragam masalah yang berbeda-beda. Data per-Desember 2005, tercatat 49.094 TKI bekerja di Taiwan. Sekarang jumlah diperkirakan sekitar 51.000 orang. Sebagian besar tenaga kerja perempuan itu bekerja sebagai pengasuh orang tua yang uzur dan sakit-sakitan, mengasuh anak kecil, dan anak terbelakang. Sementara TKI yang kabur dan bekerja secara ilegal 3.749 (7,64 persen). Angka tersebut sebenarnya di atas batas toleransi pemerintah Taiwan yang menetap batas ambang toleransi sebanyak dua persen. Sebagian besar mereka yang kabur dan bekerja secara ilegal adalah TKI yang sudah pernah bekerja di Taiwan, di samping terbujuk rayu oleh calo liar yang menawarkan upah yang lebih baik. TKI yang bekerja di rumah tangga mendapat upah 15.840 dolar Taiwan perbulan. Upah itu belum termasuk potongan cicilan utang ke China Trust Bank Indonesia, 4000 dolar Taiwan, tabungan 2000 dan 1800 dolar untuk "agency fee" dolar masing-masing perbulan . Iuran TKI (Agency fee) sebesar 1.800 dolar/bulan untuk tahun pertama, sedangkan pada tahun kedua menjadi 1.700 per bulan dan 1.500 perbulan pada tahun ketiga. Agensi liar sering membujuk TKI wanita untuk kabur dan bekerja secara liar dengan gaji 20.000 dolar Taiwan perbulan. Meskipun sanksi mempekerjakan TKI secara ilegal cukup berat bagi majikan, maasih ada saja majikan yang berani mengambi risiko. Pemerintah Taiwan menetapkan keluarga yang tidak memiliki orang tua yang sudah uzur dan sakit-sakitan, atau tidak memiliki anak lebih dari satu atau tidak memiliki anak yang terkebelakang, tidak berhak merekrut tenaga kerja asing. Karena itu, keluarga yang tidak memenuhi syarat tetapi membutuhkan, berani mengambil risiko merekrut TKI, meskipun dengan upah yang lebih besar. (*)
Copyright © ANTARA 2006