Jember, Jawa Timur (ANTARA) - Pengamat politik Universitas Jember Dr. Muhammad Iqbal menilai perombakan kabinet kelima pada Rabu (15/6) "keramat" (yang menjadi kebiasaan Presiden Joko Widodo melakukan pergantian kabinet pada Rabu) terkesan kuat sebagai strategi konsolidasi, antisipasi dan akomodasi kepentingan ekonomi politik.
"Secara kelakar boleh dikata reshuffle itu mungkin seperti 'pembayaran persekot' yang tertunda karena wajah dua menteri yang baru dan tiga posisi wakil menteri mencerminkan kesan itu," katanya di Kabupaten Jember, Jawa Timur, Kamis.
Ia menilai perombakan kabinet jelang 8 tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo sejati-nya bukan untuk solusi yang mengakar, terutama atas kompleksitas permasalahan ekonomi yang menghimpit rakyat.
"Masuknya Zulkifli Hasan yang merupakan Ketua Umum PAN, Raja Juli Antoni dari elite Partai Solidaritas Indonesia, dan Afriansyah Noor elite Partai Bulan Bintang, terkesan politik akomodatif ketimbang penuntasan akar akut persoalan perdagangan, reforma agraria dan ketenagakerjaan," tuturnya.
Ia mengatakan masuknya mantan Panglima TNI Hadi Tjahjanto sebagai Menteri ATR/Kepala BPN dan John Wempi Wetipo yang merupakan mantan Bupati Jayawijaya dua periode sebagai Wakil Mendagri boleh dikata lebih merupakan strategi antisipasi gejolak sosial politik terkait dampak konflik agraria dan Daerah Otonomi Baru di Papua maupun Pemilu 2024.
Baca juga: Pengamat: Pergantian menteri berpengaruh pada citra Presiden Jokowi
Baca juga: Pengamat: Sepak terjang Zulhas sebagai Mendag layak ditunggu
"Kendati demikian, kami semua tetap menaruh harapan besar pada Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan (Zulhas) agar bisa tuntas akseleratif memberantas mafia minyak goreng, mafia sembako dan mafia ekspor impor yang mempermainkan harga dan barang semaunya mereka," katanya.
Namun, lanjut dia, tidak semudah itu, sehingga hal tersebut menjadi ujian berat bagi Menteri Zulhas untuk frontal pada kepentingan oligarki perdagangan nasional dan global.
"Krisis pangan dan energi di tengah resesi ekonomi global dan dampak perang Rusia-Ukraina niscaya sangat mempengaruhi performa tata kelola perdagangan Indonesia ke depan," ujarnya.
Secara kepentingan politik, memilih Menteri Zulkifli Hasan jauh lebih menonjol karena terkesan memberi hadiah PAN dengan posisi di kabinet agar manuver Koalisi Indonesia Bersatu (bersama Golkar dan PPP) nanti lebih akseleratif.
"Terbentuknya Koalisi Indonesia Bersatu lebih merupakan sekoci yang direstui Presiden Jokowi untuk menyiapkan capres pengganti Jokowi, apakah pasangan Ganjar Pranowo-Erick Thohir atau entah lainnya," ucap dosen FISIP Unej itu.
Ia menilai bahwa penunjukan Menteri Hadi Tjahjanto dan Wamen Raja Juli di sektor Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional sejati-nya juga sarat kepentingan ekonomi politik.
Baca juga: Presiden perintahkan Hadi tuntaskan masalah lahan di IKN
Pelaksanaan UU Cipta Kerja khususnya terkait bank tanah dan hak pengelolaan lahan masih menyisakan aneka persoalan karena kebijakan Jokowi dalam urusan agraria dan tata ruang serta pertanahan terkesan baru sebatas bagi-bagi sertifikat tanah, sehingga masih jauh dari misi Reforma Agraria yang menuntut terciptanya keadilan redistribusi, akses fungsional dan kepemilikan tanah dan lahan.
"Rekam jejak Menteri Hadi Tjahjanto dan Wamen Raja Juli nampaknya lebih disiapkan untuk mengantisipasi pelaksanaan UU Cipta Kerja sektor agraria/ pertanahan yang sejati-nya sarat kepentingan oligarki tanah dan tata ruang lahan," tambahnya.
Pewarta: Zumrotun Solichah
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2022