Jakarta (ANTARA) - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyebutkan bahwa jumlah ibu yang memiliki minat untuk mengikuti program Keluarga Berencana (KB) setelah melakukan persalinan di Indonesia kurang dari 30 persen.

“Kemudian ibu yang langsung ber-KB hanya 29 persen. Padahal kalau ditanya apakah anda mau hamil lagi di tahun ini juga jawabannya tidak. Tapi kalau ditanya lagi apakah anda ingin menggunakan kontrasepsi jawabannya juga tidak,” kata Kepala BKKBN Hasto Wardoyo dalam acara peluncuran Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2022 di Jakarta, Kamis.

Hasto menyayangkan rendahnya minat ber-KB tersebut karena alat kontrasepsi merupakan salah satu upaya untuk membantu keluarga merencanakan jarak antarkelahiran (birth to birth interval) dan anak terhindar dari kekerdilan (stunting).

"Selain berkorelasi erat dengan stunting, sebagai Ketua Pelaksana Program Percepatan Penurunan Stunting, BKKBN turut menekankan bahwa jarak kelahiran juga berkaitan dengan autisme pada anak," katanya.

Baca juga: BKKBN: Data SDKI 2022 harus disusun lebih valid dan terperinci

Dampak buruk berkelanjutan dari stunting, kata dia, kemudian mempengaruhi pembangunan negara seperti menurunnya kemampuan kognitif anak, pertumbuhan tidak optimal dan mudah terkena penyakit. Akibatnya, stunting menurunkan produktivitas dan menghambat terbentuknya sumber daya manusia unggul.

"Sayangnya, minimnya minat ber-KB juga dibarengi dengan jumlah orang yang ingin KB namun tak terlayani (unmet need) mengalami peningkatan selama masa pandemi COVID-19," katanya.

Padahal sekitar 4,8 juta ibu melahirkan setiap tahunnya. Kemudian terdapat sebanyak dua juta pasangan pengantin yang menikah dengan 1,6 juta di antaranya dipastikan hamil pada tahun pertama pernikahan.

Meski demikian, Hasto menyebutkan bahwa angka kelahiran total (TFR) Indonesia sudah berada pada angka 2,24 persen. Mendekati target yang ditetapkan pemerintah pada tahun 2024 yaitu 2,1 agar negara bisa menciptakan sumber daya manusia yang unggul.

Baca juga: BKKBN: 1.000 hari pertama kehidupan pondasi utama manusia masa depan

Hasto menekankan bahwa dengan jumlah kelahiran yang terus bertambah, pemakaian alat kontrasepsi menjadi suatu hal yang sangat penting untuk ditingkatkan dan didekatkan pada masyarakat agar keinginan Presiden RI Joko Widodo membangun Indonesia Emas 2045 dapat terwujud.

“Tentu semua ini adalah untuk mendukung program Bapak Presiden Jokowi dalam rangka mewujudkan sumber daya manusia unggul untuk Indonesia maju, sehingga survei SDKI 2022 sangat penting karena kita butuhkan bersama,” ujar dia.

Sebelumnya, Deputi Bidang Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) Eni Gustina menargetkan 70 persen ibu hamil mengikuti program Keluarga Berencana (KB) pascapersalinan.

Untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia negara, diperlukan upaya-upaya yang dapat mengubah pola pikir pasangan calon pengantin yang masih beranggapan bahwa setelah melakukan pernikahan harus segera memiliki anak.

Salah satunya melalui pendampingan yang dapat mengedukasi dan mengawal kesehatan keluarga menjadi lebih baik, termasuk mendekatkan KB yang digunakan dalam jangka panjang maupun pendek pada masyarakat. BKKBN sendiri sudah menyiapkan 200 ribu tim pendamping.

Baca juga: BKKBN: Banyak berhubungan intim tak wujudkan kehamilan berkualitas

“Jadi pendampingan untuk mengawal semua kehamilan agar melahirkan bayi-bayi yang berkualitas,” ucap Eni.

Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2022