Jakarta (ANTARA News) - Empat belas orang yang berhaji ke Tanah Suci pada musim haji tahun 1432 Hijriah/2011 hingga sekarang masih dirawat di enam rumah sakit yang terdapat di Arab Saudi.

Pejabat Fungsi Pensosbud II KJRI Jeddah, Nur Ibrahim, dalam surat elektronik (surel) yang diterima ANTARA News, Rabu (25/1) dini hari, menjelaskan bahwa tiga orang di antara mereka dirawat RS King Fahd Jeddah.

Lainnya, kata Ibrahim, dua dirawat di RS King Abdullah Mekah, seorang di RS Al Noor Makkah, tiga orang di RS King Abdul Aziz Zahir Mekah, tiga orang di RS King Faisal Mekah , dan dua orang dirawat di RS King Fahd Madinah.

Dijelaskan, pemulangan jemaah haji Indonesia kloter terakhir ke Tanah Air pada hari Minggu (11/12/2011). "Meskipun demikian, ada 45 orang saudara kita yang tidak dapat segera dipulangkan pascaoperasional haji," ujar Ibrahim.

Mereka, kata dia, harus menjalani perawatan di rumah sakit Arab Saudi. Tercatat ada 10 rumah sakit yang merawat pasien yang merupakan bagian dari jemaah haji Indonesia tersebut, yang tersebar di tiga wilayah, yaitu Jeddah (12 orang), Mekah (21), dan Madinah (12).

Selanjutnya, kata Ibrahim, KJRI Jeddah bertanggung jawab untuk memonitor perkembangan kesehatan hingga pemulangan mereka ke Indonesia, termasuk pemakaman bagi haji yang meninggal dunia.

Menurut data Kantor Misi Haji Indonesia di Jeddah, sejak pemulangan kloter terakhir hingga hari Selasa (24/1/2012) terdapat delapan orang di antara jemaah haji yang sudah dipulangkan ke Indonesia setelah dinyatakan sehat secara medis dan layak terbang, sedangkan 23 orang lainnya wafat.

"Yang kini masih dirawat di enam rumah sakit bebeda, 14 orang," katanya menegaskan.

Proses pemulangan jamaah haji yang sakit pascaoperasional haji ke Indonesia sendiri, menurut dia, tidaklah semudah yang dibayangkan karena harus mengikuti prosedur dan mekanisme yang berlaku.

Setelah mendapatkan informasi dari pihak rumah sakit bahwa pasien dinyatakan sehat berdasarkan surat keterangan medis dan dianggap layak untuk keluar dari rumah sakit, KJRI Jeddah melalui Misi Haji Indonesia segera menyampaikan informasi tersebut kepada maskapai penerbangan yang bertanggung jawab untuk memulangkan pasien, baik Garuda Indonesia maupun Saudia Airlines. Maskapai ini menyiapkan seat bagi pasien dan pendamping.

Selanjutnya, kata Nur Ibrahim, pihak kesehatan maskapai penerbangan akan melakukan pemeriksaan terhadap pasien berkaitan dengan kelayakan terbang.

Apabila pasien tersebut dinyatakan layak terbang, pihak kesehatan penerbangan akan mengeluarkan keterangan layak terbang untuk kemudian menyampaikan informasi mengenai ketersediaan kursi (seat) bagi pasien dan pendamping kepada Misi Haji Indonesia.

Misi Haji Indonesia akan menyediakan seorang pendamping untuk pasien duduk dan dua orang pendamping bagi pasien baring, katanya menjelaskan.

Bagi pasien baring, lanjut dia, pihak Garuda Indonesia memerlukan tiga seat plus dua seat bagi pendamping yang berjumlah dua orang, sedangkan pihak Saudia Airlines membutuhkan sedikitnya enam seat plus dua seat untuk pendamping.

Sesuai jadwal, pasien akan diterbangkan ke Tanah Air menuju Bandara Internasional Sukarno Hatta untuk kemudian dijemput oleh petugas dari Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama RI usai dilakukan serah terima dengan petugas pendamping.

KJRI Jeddah mengakui bahwa untuk melakukan pemantauan pasien jemaah haji secara rutin setiap hari membutuhkan waktu, tenaga,dan biaya yang relatif cukup besar, katanya.

Untuk itu, kata Nur Ibrahim, Misi Haji Indonesia bekerja sama dan berkoordinasi dengan para perawat dan petugas medis lainnya di rumah sakit, terutama mereka yang berkewarganegaraan Indonesia guna memudahkan pemantauan perkembangan kesehatan pasien secara efektif dan efisien.

KJRI Jeddah acap kali menghadapi kendala yang menghambat proses pemulangan pasien, seperti yang sering kali terjadi, yaitu pihak rumah sakit telah menyatakan pasien sudah layak keluar rumah sakit, namun penerbangan menyatakan pasien tersebut belum layak terbang.

Pihak rumah sakit sendiri akhirnya tetap memaksa agar pasien tersebut segera dikeluarkan, padahal Misi Haji Indonesia tidak memiliki tempat perawatan yang memadai dan tenaga khusus yang memiliki keahlian di bidang kesehatan untuk menampung dan merawat pasien tersebut.

Kendala lain yang kerap kali terjadi, , lanjut Ibrahim, yaitu pasien dinyatakan telah sehat dan layak terbang, namun pihak maskapai penerbangan belum dapat menyediakan kursi (seat) sejumlah yang dibutuhkan dengan berbagai alasan.

Masalah ketersediaan kursi (seat availibility), menurut dia, semakin pelik tatkala pemulangan pasien berlangsung pada masa peak season--musim liburan sekolah dan umrah--atau ketika maskapai penerbangan yang memiliki pelayanan direct flight Jeddah-Jakarta berhenti beroperasi sementara pascamusim haji, seperti dilakukan Garuda Indonesia sejak pertengahan Desember hingga Januari 2012.

"Kondisi inilah yang terkadang menyebabkan pasien yang sudah sehat kembali jatuh sakit karena adanya tekanan psikologis bahwa yang bersangkutan tidak dapat segera dipulangkan ke tanah air," ujarnya.

Guna meminimalkan jumlah pasien yang sakit dan wafat selama pelaksanaan haji, KJRI Jeddah mengimbau agar para calon haji Indonesia dapat menjaga dan mempersiapkan kondisi kesehatan fisik mereka dengan baik sebelum berangkat ke Tanah Suci, terutama bagi mereka yang telah berusia lanjut atau mengidap penyakit tertentu, seperti penyakit jantung, darah tinggi, diabetes, dan bronkitis.

(D007)

Pewarta: D.Dj. Kliwantoro
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2012