"Kami prihatin atas kasus dugaan korupsi di IM2. Kasus ini terkesan aneh karena pelaporannya tidak berdasar, kesalahannya pun terkesan dicari-cari," kata Ketua Umum Masyarakat Telematika (Mastel) Setyanto P Santosa, di Jakarta, Selasa.
Selain Mastel, asosiasi yang mempertanyakan keputusan Kejagung tersebut yaitu Kadin Telematika, Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), Asosiasi Penyelenggara Multi Media Indonesia (APMI), Asosiasi Pengusaha Komputer Indonesia (Apkomindo), Asosiasi Pengusaha Warnet (APW) Komitel, Indonesian Wireless Broadband (ID-WiBB), Asosiasi Open Source Indonesia (AOSI), Indonesian Telecommunications Users Group (IDTUG), Pengelola Nama Domain Internet Indonesia (PANDI).
Seperti diberitakan, Kejagung menerbitkan Surat Perintah Penyidikan No.PRINT-04/F.2/Fd.1/01/2012 tertanggal 18 Januari 2012 yang menyatakan tersangka kasus penyalahgunaan jaringan frekuensi 2,1 Ghz milik Indosat berinisial IA.
IA diduga menyalahgunakan jaringan bergerak seluler frekuensi 2,1 Ghz/3G milik Indosat yang diakui sebagai produk IM2, padahal IM2 tidak pernah mengikuti seleksi pelelangan pita jaringan bergerak seluler frekuensi 2,1 Ghz/3G.
IM2 menyelenggarakan jaringan itu melalui kerja sama yang dibuat dengan Indosat yang merupakan induk usaha IM2.
IA dikenakan sejumlah pasal tindak pidana korupsi, yakni Pasal 2 dan/atau Pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Kasus ini bermula ketika LSM Konsumen Telekomunikasi Indonesia (KTI) pimpinan Denny AK, melaporkan dugaan penyalahgunaan jaringan bergerak seluler frekuensi 2,1 GHz/3G yang dilakukan Indosat dan IM2 ke Kejati Jawa Barat.
Namun, karena "locus delicti-nya" tidak hanya di Jawa Barat, penyelidikan kasus ini diambil alih oleh Kejagung.
LSM Dipertanyakan
Sepuluh asosiasi tersebut sepakat, bahwa kerja sama antara IM2 dan Indosat sebagai induk usahanya, sesungguhnya dilindungi oleh UU Telekomunikasi No.36 tahun 1999, PP No.52 tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi, dan KM No.21 tahun 2001 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi.
"Berdasarkan pengamatan kami, penyelenggaraan broadband 2,1 GHz Indosat dan IM2 telah sesuai dengan prinsip-prinsip dan ketentuan perundangan yang berlaku," kata Setyanto.
Sementara itu Ketua Kadin Bidang Telematika Sylvia Sumarlin menilai bahwa tidak ada kerugian negara, karena penyelenggara jaringan telekomunikasi yang mendapatkan hak menggunakan frekuensi 3G telah membayar seluruh kewajiban antara lain biaya up front fee dan biaya hak penggunaan (BHP) frekuensi setiap tahun.
Karena itu, para asosiasi tersebut balik mempertanyakan keabsahan laporan dari LSM-KTI itu.
"Kejagung agar memanggil pihak pelapor untuk memastikan bahwa laporan yang disampaikan adalah benar dan berdasar. Jika diperlukan dapat dilakukan diskusi dengan seluruh pemangku kepentingan tanpa adanya suatu prejudice," ujar Sylvia.
Ke-10 asosiasi itu juga menyarankan Kejagung memperhatikan dan mempertimbangkan penjelasan, keterangan, dan kesaksian yang telah diberikan oleh berbagai pihak yang secara resmi telah memenuhi permintaan atau panggilan dari Kejagung.
Sejauh ini pihak-pihak yang telah dimintai keterangan adalah pihak dari Kementerian Kominfo dan Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI)--baik anggota yang masih aktif maupun yang pernah menjabat sebelumnya
(R017/A026)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2012