Makassar, (ANTARA News) - Dari sekitar 2,1 juta hektar kawasan hutan di Sulawesi Selatan, seluas 510.000 hektar merupakan lahan kritis dan kosong akibat kebakaran, perambahan untuk perkebunan dan penebangan kayu secara ilegal (illegal logging).
"Bahkan di beberapa Daerah Aliran Sungai (DAS), kondisi hutannya tidak berfungsi optimal lagi sebagai kawasan penyangga dan resapan air (buffer area)," kata Kepala Dinas Kehutanan Sulsel, Idris Syukur, Msi di Makassar, Rabu (8/3).
Upaya yang dilakukan untuk mencegah meluasnya kerusakan hutan antara lain pengendalian kebakaran hutan, pengamanan ketat dalam eksploatasi hutan serta kegiatan konservasi melalui Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan Lindung (GN-RHL).
"Diprediksi sampai 10 atau 20 tahun ke depan, GN-RHL masih akan menjadi program prioritas dalam menanggulangi lahan kritis maupun peremajaan kawasan hutan," ujarnya.
Tahun 2006 ini, kata Idris, Sulsel mendapat suntikan dana dari pusat untuk membiayai program konservasi sebesar Rp167,3 miliar lebih yang akan dipusatkan pada DAS Jeneberang - Walanae dan DAS Saddang.
Target GN-RHL tahun ini adalah menanam 23,1 juta lebih berbagai jenis bibit kayu produktif di DAS Jeneberang-Walanae dan 13,5 juta lagi di DAS Saddang dengan serapan dana secara total Rp115,6 miliar lebih.
Selain program GN-RHL, di beberapa kabupaten juga akan dilakukan gencarkan reboisasi dengan target areal 22.630 ha, penanaman hutan rakyat 11.870 ha, mangrove 3.830 ha, pembuatan bangunan konservasi tanah sebanyak 340 unit dan pemeliharaan tanaman seluas 22.436 ha yang akan menghabiskan anggaran sebesar Rp51,7 miliar lebih.
Khusus di bidang pengawasan hutan, Dishut tahun 2005 lalu mengungkap tiga kasus perambahan hutan di Kabupaten Luwu Utara seluas 260 ha, 16 kasus ilegal logging di tujuh kabupaten dengan barang bukti sebanyak 1.250 meter kubik. Dari jumlah itu, sebanyak 253,9 m3 diantaranya telah dilelang untuk negara dengan nilai Rp373,6 juta.(*)
Copyright © ANTARA 2006