Yogyakarta (ANTARA News) - Ketua Lembaga Konsumen Yogyakarta (LKY) Nanang Ismuhartoyo mengatakan fatwa MUI (Majelis Ulama Indonesia) yang mengharamkan rokok semestinya lebih tegas dan menyeluruh, tidak perlu ada perkecualian yang membuka peluang untuk diperdebatkan, dan bahkan bisa menimbulkan kebingungan masyarakat.
"Fatwa MUI aneh, mengharamkan rokok tetapi hanya untuk kalangan anak-anak dan remaja, ibu hamil, dan merokok di tempat umum. Kenapa tidak sekalian difatwakan rokok haram untuk siapa saja tanpa kecuali dan di mana saja," katanya di Yogyakarta, Kamis.
Menurut dia, dengan fatwa haram seperti itu jelas akan memunculkan perdebatan yang tak kunjung selesai di kalangan masyarakat khususnya umat yang terikat dengan fatwa tersebut.
"Artinya, rokok haram untuk anak-anak dan remaja, berarti orang dewasa boleh merokok, dan ini tentu memberi contoh yang kurang baik bagi anak-anak dan remaja," katanya.
Begitu pula rokok haram bagi ibu hamil, berarti ibu yang tidak hamil boleh merokok. "Ini pun juga akan memberi contoh yang kurang baik bagi anak-anaknya," katanya.
Ia mengatakan, demikian pula dengan mengharamkan merokok di tempat umum, berarti membolehkan merokok di rumah sendiri. "Padahal di rumah banyak anak-anak, dan bahkan ada wanita hamil misalnya, ini sama saja mereka menjadi perokok pasif akibat terkena asap rokok," katanya.
Jika terjadi hal-hal seperti itu, menurut Nanang tentu akan muncul banyak pendapat maupun penafsiran yang beragam dari kalangan masyarakat.
"Akhirnya perdebatan tak kunjung selesai, dan mereka yang menjadi perokok pasif akan terus menjadi `korban`, karena fatwa haram itu hanya berlaku bagi orang-orang tertentu, dan di tempat-tempat tertentu," katanya.
Nanang juga menilai fatwa MUI tersebut terkesan bias, karena bagi orang-orang tertentu rokok diharamkan, sementara bagi orang tertentu lainnya merokok `diperbolehkan` dalam arti `makruh` (jika melakukan tidak berdosa, dan apabila meninggalkan memperoleh pahala).
"Padahal mereka, baik yang boleh merokok maupun yang tidak boleh merokok, setiap harinya hidup dalam lingkungan yang sama, sehingga mereka yang perokok maupun mereka yang tidak merokok, tidak ada bedanya," katanya.
Sebelumnya, Ketua MUI pusat Prof Dr Yunahar Ilyas LC mengatakan munculnya fatwa haram terhadap rokok bukan sesuatu yang tiba-tiba, tetapi karena ada pertanyaan dari masyarakat tentang hal itu kepada MUI.
"Kalau tidak ingin muncul fatwa, masyarakat jangan bertanya tentang hukum segala sesuatu ke MUI," katanya saat memberi pengajian di Masjid Agung Manunggal, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Rabu (29/1).(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009
Apapun fatwa dari MUI, pasti akan memicu pro dan kontra. Apalagi yang berkaitan dengan fatwa2 kontemporer. Hal ini dikarenakan beragamnya masyarakat Indonesia, baik ditinjau dari segi manusianya maupun dari segi akidah dan kepercayaanya. Selain itu kecurigaan minoritas ( dan juga mayoritas?) yang khawatir akan diterapkannya syariah Islam sebagai perangkat hukum negara yang berlaku menyeluruh di NKRI. Akan tetapi kalau dipikir dengan tenang fatwa hukum semacam itu apakah ada sangsinya?