Kedua warga Hindu Tengger yang akan menjalani prosesi mulunen itu berasal dari Desa Kedasih, Kecamatan Sukapura, di Kabupaten Probolinggo dan Desa Gubugklakah, Kecamatan Poncokusumo di Kabupaten Malang.
"Dua calon dukun pandita itu merupakan dukun baru dan bukan pengganti dukun sebelumnya," kata Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Kabupaten Probolinggo Bambang Suprapto di Kabupaten Probolinggo, Rabu.
Menurutnya dukun yang dari Desa Kedasih memang menambah dukun pandita baru, sedangkan di Desa Gubukklakah memang dukun panditanya baru satu, jadi jumlah dukun di setiap desa itu tergantung dari kebutuhannya.
"Untuk bisa mengikuti prosesi mulunen, warga Hindu Tengger harus memenuhi syarat administrasi dan lulus mantra mulunen 100 persen," tuturnya.
Untuk administrasi itu, meliputi beragama Hindu, tidak cacat jasmani dan rohani, berkelakuan baik, memiliki ijazah setidak-tidaknya SMP. Jika tidak, maka bisa menyesuaikan serta membawa surat pengantar dari kepala desa.
"Kalau mantra mulunen tidak hafal 100 persen, maka masih bisa diulang sekali lagi. Kalau sudah dua kali tetap masih gagal, maka dinyatakan tidak lulus dan bisa diulang tahun depannya," katanya.
Ia menjelaskan mulunen atau wisuda samkara merupakan prosesi upacara ujian sekaligus pengukuhan dukun pandita baru dengan pengujinya merupakan Ketua Paruman Dukun Tengger Sutomo.
"Mulunen itu masuk dalam rangkaian ritual Yadnya Kasada. Tahapannya meliputi pembacaan sejarah Kasada, pujastuti dukun pandhita, mulunen/pengukuhan dukun pandita baru, mekakat atau upacara penutup serta korban suci/Nglabuh ke kawah Gunung Bromo," ujarnya.
Bambang mengatakan mulunen itu belum tentu ada setiap tahun karena tergantung desa yang kosong atau membutuhkan tambahan dukun pandita baru.
"Saat ini statusnya masih calon, besok kalau sudah dinyatakan lulus mulunen, maka baru bisa menjadi dukun pandita. Jika sudah lulus, nanti akan mendapatkan surat keputusan (SK) dan sertifikat yang dikeluarkan oleh Paruman Dukun Pandita Tengger," katanya.
Apabila sudah lulus menjadi dukun pandita, maka tidak boleh menyimpang dari ajaran agama Hindu, menjaga etika dan adat istiadat serta tidak melanggar hukum nasional, misalnya tersangkut kasus kriminal dan lain sebagainya.
"Namanya juga manusia, kalau misalnya tersandung kasus kriminal, maka SK-nya akan dicabut dan tidak bisa menjadi dukun pandita lagi. Jadi kalau lulus harus benar-benar menjalankan tugasnya sebagai dukun pandita," tuturnya.
Menurutnya status dukun pandita bisa berlaku seumur hidup, namun tidak berlaku lagi apabila yang bersangkutan mengundurkan diri karena tidak mampu menjadi seorang dukun pandita atau meninggal dunia.
Pewarta: Zumrotun Solichah
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2022