Malang (ANTARA News) - Transaksi Bank Sampah Malang (BSM) yang diluncurkan akhir November 2012 oleh Menteri Negara Lingkungan Hidup Prof Dr Balthasar Kambuaya, baru mencapai satu ton/hari atau masih jauh dari produksi sampai yang mencapai 600 ton/hari.

Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kota Malang Wasto, Selasa menilai, transaksi tersebut masih terlalu kecil jika dibandingkan dengan produksi sampah rumah tangga dan industri yang dihasilkan setiap hari di daerah itu.

"Kalau dibandingkan produksi sampah memang tidak signifikan, namun yang terpenting saat ini bukan besar kecilnya sampah yang bisa ditransaksikan, namun kesadaran masyarakat inilah yang perlu terus ditumbuhkan," katanya.

Sampah yang ditransaksikan di BSM saat ini, katanya, baru berupa sampah plastik dan sampah kering, belum menyentuh sampah basah yang sudah diolah. Padahal, kalau sudah diolah menjadi bijih plastik harganya bisa mencapai Rp9 ribu perkilogram.

Sedangkan sampah plastik yang amsih utuh (belum dicacah) termasuk botol aqua dihargai Rp3 ribu per kilogramnya.Oleh karena itu, setiap kelurahan diimbau segera memiliki mesin pencacah guna meningkatkan nilai keenomian sampah tersebut.

Menurut Wasto, jika menunggu dari hasil penjualan sampah warga yang disetor di kelurahan, kemudian dijual ke BSM akan membutuhkan waktu yang lama, karena harga satu unit mesin pencacah mencapai Rp12,5 juta.

"Saya berpikir setiap kelurahan bisa menyisihkan anggaran Rp12,5 juta untuk membeli mesin pencacah dari dana hibah APBD sebesar Rp500 juta per kelurahan itu. Saya yakin pasti bisa," tegas Wasto.

Keberadaan BSM itu sendiri saat ini juga menjadi perhatian Pemerintah Osaka, Jepang. Pemerintah Osaka bersedia membeli produk BSM jika sudah diolah menjadi bijih plastik (palet).

"Kami berharap bijih plastik ini segera bisa diproduksi secara massal jika setiap kelurahan sudah memiliki mesin pencacah, sehingga tawaran Pemerintah Osaka tersebut bisa diwujudkan," ujarnya.

Volume sampah domestik dan industri di Kota Malang yang rata-rata mencapai 600 ton/hari itu yang sudah dikelola tidak lebih dari 25 persen. Satu ton disetorkan ke BSM dan lainnya diolah menjadi kompos di masing tempat pembuangan sementara (TPS).
(E009)



Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2012