Jakarta (ANTARA) - Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Isma Yatun menyerahkan Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun 2021 kepada Pimpinan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) pada Rabu.
"BPK memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas LKPP Tahun 2021 dalam semua hal yang material sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan. Opini WTP atas LKPP Tahun 2021 tersebut sesuai dengan hasil pemeriksaan BPK terhadap LKPP, Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga (LKKL), dan Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara (LKBUN) Tahun 2021," kata Isma dalam keterangan resmi, di Jakarta, Rabu.
Opini WTP atas LKPP Tahun 2021 didasarkan pada opini WTP atas 83 LKKL dan 1 LKBUN Tahun 2021 yang berpengaruh signifikan terhadap LKPP Tahun 2021.
"Terdapat empat LKKL yaitu Laporan Keuangan Kementerian Perdagangan, Kementerian Ketenagakerjaan, Badan Riset dan Inovasi Nasional, dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Tahun 2021 memperoleh opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP). Namun, secara keseluruhan, pengecualian pada LKKL tersebut tidak berdampak material terhadap kewajaran LKPP Tahun 2021," ucapnya.
Hasil pemeriksaan BPK juga mengungkap temuan kelemahan Sistem Pengendalian Intern (SPI) dan ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan. Meskipun tidak berdampak material terhadap kewajaran penyajian LKPP Tahun 2021, namun tetap perlu ditindaklanjuti pemerintah guna perbaikan pengelolaan APBN, antara lain pengelolaan insentif dan fasilitas perpajakan Tahun 2021 sebesar Rp15,31 triliun belum sepenuhnya memadai.
Baca juga: BPK berikan Opini WTP atas LKPP tahun 2021
Dalam kaitannya dengan pemerintah daerah, terdapat dua permasalahan yang perlu menjadi perhatian pemerintah yaitu pertama, Pengelolaan Penggantian Belanja K/L untuk kegiatan vaksinasi COVID-19 dan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di daerah melalui pemotongan DAU/DBH pemerintah daerah tidak memadai.
Atas permasalahan ini, BPK merekomendasikan kepada pemerintah antara lain agar berkoordinasi dengan pemda terkait untuk menyelesaikan validasi data realisasi belanja K/L yang akan dibebankan kepada masing-masing pemda, untuk selanjutnya menetapkan KMK pemotongan DAU/DBH TA 2022 berdasarkan hasil validasi tersebut.
Kedua, sisa dana BOS Reguler Tahun 2020 dan 2021 minimal sebesar Rp1,25 triliun belum dapat disajikan sebagai piutang Transfer ke Daerah (TKD). Atas permasalahan ini, BPK merekomendasikan kepada pemerintah antara lain agar menyelaraskan peraturan terkait dengan status sisa dana BOS reguler TA 2020 dan 2021 serta melakukan inventarisasi dan rekonsiliasi atas sisa dana BOS reguler TA 2020 dan 2021.
Pelaksanaan tindak lanjut hasil pemeriksaan, merupakan basis untuk meningkatkan performa pemerintah dalam pengelolaan keuangan negara yang lebih efektif dan inklusif guna mewujudkan kesejahteraan bangsa.
“Oleh karena itu pengawasan oleh DPD, terutama di daerah, dan pemantauan yang dilakukan BPK, menjadi hal yang esensial untuk memanifestasikannya,” jelas Isma Yatun.
Adapun untuk memenuhi ketentuan perundang-undangan, BPK telah menyampaikan hasil pemeriksaan atas LKPP secara tertulis pada 31 Mei 2022 kepada DPR RI, DPD RI, dan Presiden RI.
Baca juga: BPK terima LKPP Tahun 2021 "unaudited" dari pemerintah
Pewarta: Sanya Dinda Susanti
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2022