Jakarta (ANTARA) - Dubes Ukraina untuk Indonesia Vasyl Hamianin menceritakan kedekatan hubungan Ukraina dan Indonesia melalui kisah Mykola Myklukha-Maklai, orang ukraina pertama yang memperkenalkan budaya Nusantara pada akhir abad ke-19.
Karena ketekunan Mykola mendokumentasikan masyarakat Nusantara, masyarakat ilmiah dunia memahami Nusantara lebih baik, ujar Dubes Vasyl Hamianin dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Selasa.
Pernyataan tersebut disampaikan Dubes Vasyl Hamianin dalam malam peringatan 30 tahun hubungan Ukraina-Indonesia beberapa waktu lalu.
Kegiatan peringatan 30 tahun hubungan Ukraina-Indonesia itu juga dimeriahkan oleh pameran lukisan yang merekam kondisi invasi Rusia terhadap Ukraina.
Baca juga: Dino Patti Djalal: Indonesia harus berani kritis terhadap Rusia
Para pelukis tersebut adalah para kolega Dubes Vasyl Hamianin hingga putri Dubes, Varvara.
Vasyl Hamianin yang juga memiliki gelar Doktor di bidang Sejarah Dunia itu menceritakan sejarah Mykola Myklukha-Maklai atau dikenal sebagai Nicholas Miklouho-Maclay adalah naturalis dan antropolog pengagum Charles Darwin. Pada 16 Agustus 1873 ia terpilih sebagai anggota dari Royal Society of Naturalists Hindia Belanda di Batavia.
Ia mengatakan Mykola Myklukha-Maklai adalah humanis yang aktif melawan perdagangan budak. Berkat upaya Mykola, pada November 1878, pemerintah Belanda turun tangan menyelidiki lalu lintas budak di wilayah Ternate dan Tidore, Kepulauan Maluku.
Sejak masa penjajahan Spanyol, tanah di Kepulauan Maluku subur dan banyak memberikan hasil di antaranya cengkih dan pala yang menjadi sumber rempah-rempah dunia dan menyumbangkan devisa bagi Belanda.
Baca juga: Indonesia harapkan kehadiran penuh semua anggota G20
Hal ini yang membuat bangsa Ukraina mendukung upaya kemerdekaan bangsa Indonesia dari penjajahan Belanda. Dalam sidang Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 21 Januari 1946, Perwakilan Ukraina, yang saat itu bernama Republik Soviet Sosialis Ukraina, Dmitry Manuilsky, mengusulkan untuk memasukkan “Masalah Indonesia” menjadi agenda di PBB.
Ia mengatakan sejarah bangsa Indonesia akan selalu mencatat karena berkat usulan tersebut sidang Dewan Keamanan PBB membahas persoalan Indonesia yang menghasilkan pengakuan global terhadap Indonesia sebagai negara merdeka dan berdaulat.
Pada Januari 1949, Dmytro Manuilsky mengecam agresi militer yang dilakukan Belanda untuk kedua kalinya terhadap Indonesia.
Agresi Militer Belanda II terjadi pada 19 Desember 1948 yang diawali dengan serangan terhadap Yogyakarta, ibu kota Indonesia saat itu, serta penangkapan Soekarno, Mohammad Hatta, Sjahrir dan beberapa tokoh lainnya.
Kedekatan Indonesia semakin berlanjut di era 1970-an yang ditandai kunjungan tokoh Ukraina, Yaroslav Stetsko. Ia beberapa kali berkunjung ke Indonesia, salah satunya menghadiri pemakaman para jenderal yang menjadi korban Gerakan 30 September 1965.
Yaroslav Stetsko banyak menulis khususnya tentang gerakan pembebasan di negara-negara yang dijajah dan sangat menghargai kepentingan ideologi Pancasila dan menekankan kesamaannya dengan ideologi pejuang kemerdekaan Ukraina.
Kedekatan ini semakin kuat ketika Ukraina menyatakan diri merdeka dari Uni Soviet pada 24 Agustus 1991 yang diakui Indonesia pada 28 Desember 1991 dan keduanya sepakat menjalin kerja sama diplomasi pada 6 Juni 1992.
Malam peringatan 30 tahun hubungan Ukraina-Indonesia juga dihadiri oleh Dirjen Amerika dan Eropa Kemlu I Gede Ngurah Swajaya, mantan Dubes Indonesia seperti Dino Patti Djalal, Yuddy Chrisnandi, tokoh Media Bambang Harimurti, tokoh agama H. Abdul Mu'ti dari Muhammadiyah, pengamat militer Connie Rahakundini Bakrie hingga pebisnis Indonesia-Ukraina.
Baca juga: Presiden Ukraina siap hadir di KTT G20 Bali secara virtual
Baca juga: Menlu Indonesia, Arab Saudi bahas perang di Ukraina
Pewarta: Azis Kurmala
Editor: Mulyo Sunyoto
Copyright © ANTARA 2022