Jakarta (ANTARA) - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan siap mengantisipasi dampak dari kebijakan kenaikan suku bunga oleh bank sentral Amerika Serikat The Fed terhadap perekonomian domestik, khususnya ke sektor pasar modal.

"Kebijakan The Fed menaikkan suku bunga, ini akan berisiko. Kalau dalam konteks ini, mungkin tidak hanya pasar modal, kita di OJK bersama dengan teman-teman di perbankan akan buat kebijakan bersama. Kita akan membuat kebijakan relaksasi atau pun hal-hal yang tentunya sosialisasi kepada masyarakat bagaimana kita mempertahankan ekonomi kita," kata Deputi Komisioner Pengawasan Pasar Modal I OJK Djustini Septiana saat diskusi dengan awak media secara daring yang dipantau di Jakarta, Selasa.

Indeks Harga Saham gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia (BEI) pada awal pekan ditutup melemah ke bawah level psikologis 7.000 seiring koreksi bursa saham regional dan global. IHSG ditutup melemah 91,21 poin atau 1,29 persen ke posisi 6.995,44. Sementara kelompok 45 saham unggulan atau indeks LQ45 turun 9,1 poin atau 0,89 persen ke posisi 1.010,14. Pada hari ini, IHSG terpantau sudah kembali ke atas level 7.000.

Pelemahan IHSG dipicu adanya kekhawatiran terkait stagflasi global dan adanya kekhawatiran terkait ekspektasi kebijakan pengetatan moneter yang lebih agresif oleh bank sentral Amerika Serikat The Fed seiring masih tingginya inflasi di Negeri Paman Sam.

Djustini menyampaikan, pada awal-awal pengetatan moneter yang dilakukan oleh The Fed, ada kekhawatiran banyaknya uang keluar dari pasar modal sejalan dengan menurunnya IHSG.

"Tapi fakta bisa kita lihat bahwa ternyata dengan bertumbuhnya investor lokal, investor domestik yang didominasi oleh kaum milenial, ternyata kekhawatiran itu tidak terlalu terjadi. Ada penurunan, tetapi ternyata di-absorb kembali oleh investor lokal sehingga kekhawatiran indeks jatuh itu menjadi bisa tertahan dan bahkan tetap dalam tren positif," ujar Djustini.

Menurut Djustini, kebijakan otoritas mengantisipasi ketidakpastian global, termasuk dampak kenaikan suku bunga oleh The Fed, tidak akan jauh berbeda dengan kebijakan saat menghadapi dampak pandemi COVID-19 yang juga sempat menghantam pasar modal domestik.

Ada tiga fokus kebijakan OJK merespon dampak pandemi COVID-19 antara lain relaksasi bagi industri pasar modal, pengendalian volatilitas dan menjaga kestabilan pasar modal dan sistem keuangan, dan kemudahan perizinan dan penyampaian dokumen serta pelaporan.

Terkait relaksasi bagi industri pasar modal, ada relaksasi dalam penyelenggaraan RUPS perusahaan terbuka melalui pemanfaatan teknologi informasi e-RUPS, e-proxy, dan e-voting, relaksasi perpanjangan batas waktu penyampaian laporan berkala emiten atau perusahaan publik serta waktu pelaksanaan RUPS, dan relaksasi lainnya.

Untuk pengendalian volatilitas dan menjaga kestabilan pasar modal dan sistem keuangan, OJK mengeluarkan kebijakan pembelian kembali (buyback) saham tanpa melalui RUPS oleh emiten, perubahan batas atas auto rejection (asymmetric) dalam perdagangan di bursa efek dan penyesuaian mekanisme pra pembukaan kepada PT Bursa Efek Indonesia, dan lainnya.

Sedangkan terkait kemudahan perizinan dan penyampaian dokumen serta pelaporan, otoritas memberikan kemudahan pelaporan wakil, lembaga, dan produk pengelolaan investasi melalui laman aria.ojk.go.id dan sprint.ojk.go.id, implementasi tanda tangan elektronik pada sistem perizinan dan registrasi terintegrasi (SPRINT) Modul WMI & WAPERD, dan kemudahan lainnya.

Baca juga: BI pertahankan suku bunga acuan 3,5 persen
Baca juga: Pemulihan ekonomi topang pasar saham RI di tengah kenaikan bunga Fed
Baca juga: OJK: Kepercayaan investor terhadap pasar modal kian tinggi

Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2022