Denpasar (ANTARA News) - Umat Hindu Dharma di Bali akan melaksanakan hari Siwa Ratri, yakni perenungan dosa dengan melakukan introspeksi melalui yoga semadi atau Jagra, yakni tidak menikmati makan dan minum selama 36 jam, 22-23 Januari.

Selain tidak makan dan minum, selama dua siang dan satu malam, umat tidak tidur dan tidak bicara. "Yang dapat dilakukan di rumah, atau secara berkelompok di Pura atau tempat lain adalah yang dinilai mampu memberikan rasa ketenangan dan kenyamanan," kata Ketua Program Studi Pemandu Wisata Institut Hindu Dharma Negeri (IHDN) Denpasar Dr Drs I Ketut Sumadi M.Par, di Denpasar, Jumat.

Ia mengatakan hari Siwa Ratri itu kali ini jatuh bertepatan dengan hari Minggu (22/1), dan Tahun Baru Imlek 2563 pada Senin 23 Januari 2011.

Padahal, Gubernur Bali Made Mangku Pastika menurut Kepala Biro Humas Pemprov Bali I Ketut Teneng dalam kesempatan terpisah telah menetapkan dua hari pelaksanaan hari Siwa Ratri itu sebagai hari libur lokal (fakultatif) bagi satuan kerja perangkat daerah (SKPD) tingkat Provinsi Bali maupun Pemkab dan Pemkot di daerah ini.

Ketut Sumadi menjelaskan, hari Siwa Ratri itu jatuh setiap 420 hari sekali yakni bertepatan dengan hari ke-14 patuh gelap bulan ketujuh (panglong ping 14 sasih kepitu) mengandung makna yang sangat mendalam dalam memburu kebaikan (Dharma).

Melalui perayaan Siwa Ratri umat Hindu dapat melakukan instrospeksi diri, mencari penyebab dan jalan keluar dari berbagai permasalahan yang dihadapi dengan menerapkan konsep Karma Marga, yakni kerja keras dan penuh inovasi.

Aktualisasi diri dalam melakukan pendakian spiritual tersebut dapat mengendalikan diri dan hidup hemat memenuhi keinginan dalam kehidupan sehari-hari.

"Jika keinginan tidak dapat dikendalikan kehidupan menjadi boros dan serakah, padahal tidak menjadi kebutuhan utama dalam menjalani kehidupan," tutur Ketut Sumadi.

Perayaan Hari Siwa Ratri umumnya akan berlangsung di setiap pura yang ada di masing-masing desa adat di Bali. Kegiatan ritual tersebut sekaligus bermakna mohon keselamatan kepada Tuhan Yang Maha Esa, Ida Sanghyang Widhi Wasa agar bangsa dan negara Indonesia terhindar dari bencana alam dan mampu mengatasi akibat krisis serta hal-hal lain yang tidak diinginkan.

Hal lain yang tidak kalah penting bermakna memberikan pengetahuan kepada umat manusia agar menyadari, bahwa dalam dirinya selalu ada "pertarungan" antara Dewi Sampad (sifat baik) dengan Asuri Sampad (sifat buruk).

Oleh sebab itu, sebaik-baiknya tingkah laku dan perbuatan manusia pasti pernah melakukan dosa (kesalahan) dalam kehidupannya, sebaliknya sejelek-jeleknya manusia pasti pernah berbuat yang baik (benar).

"Menyadari hal itu, melalui perayaan Siwaratri dimaksudkan mampu memberikan motivasi kepada setiap umat manusia, agar sadar dan berusaha maksimal menghindari perbuatan dosa serta memperbanyak perbuatan Dharma (kebaikan)," Ketut Sumadi. (I006/M008)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2012