Jakarta (ANTARA) - Istana Kepresidenan Korea Selatan yang biasa disebut "Blue House" (Cheong Wa Dae) atau Gedung Biru resmi dibuka untuk publik mulai 10 Mei 2022.

Baca juga: Istana Gyeongbok akan kembali dibuka untuk tur malam hari bulan depan

Dulu, bangunan yang berada di belakang istana Gyeongbokgung, kawasan Jongno, Seoul itu bisa disebut sebagai bangunan terlarang dan selalu dijaga ketat petugas.

Akhirnya setelah 74 tahun, istana kepresidenan dengan genting biru tersebut terbuka untuk umum.

Baca juga: Seoul City Hall, balai kota untuk rakyat

Presiden Korsel yang baru, Yoon Seok Yeol memindahkan istana dan kantor presiden ke bekas gedung Kementerian Pertahanan di Distrik Yongsan, Seoul, berjarak 5 kilometer dari Gedung Biru.

Gedung Biru memiliki arsitektur tradisional Korea dengan beberapa elemen modern. Ciri khas Gedung Biru adalah atap berwarna biru dengan bentuk melengkung dan didesain dengan elegan serta berhias Gunung Bugaksan sebagai latar belakangnya.


Baca juga: Jalan-jalan ala Boy William, tanpa "itinerary"

Baca juga: Rehat dari ingar bingar Seoul di pulau Ganghwado

Pasukan pengamanan tetap menjaga barisan masyarakat yang mengantri untuk masuk ke Gedung Utama di kompleks Gedung Biru, Seoul, Korea Selatan. (ANTARA/Desca Lidya Natalia)

Butuh 150 ribu genting untuk menyusun atap Gedung Biru. Masing-masing genting dipanggang secara terpisah sehingga kuat digunakan selama ratusan tahun.

Gedung Biru terdiri dari kantor utama, kediaman resmi, Yeongbingwan (tempat konferensi besar dan acara resmi bagi tamu asing), Chunchugwan (tempat konferensi pers), Nokjiwon (taman kepresidenan dengan 120 jenis pohon), Sangchunjae (rumah musim semi), paviliun Chimnyugak, paviliun Ounjeong dan kuil.

Di belakang Gedung Biru juga masih ada jalur "hiking" yang langsung menuju ke Gunung Bugaksan dan juga dibuka untuk umum.

Kediaman resmi presiden yang ada dalam kompleks Gedung Biru adalah bangunan tradisional Korea berbentuk L. Di bangunan itu ada sejumlah ruang pertemuan, "make up room" hingga kamar tidur presiden.


Baca juga: Jajanan kaki lima Korea untuk wisata kuliner di rumah

Baca juga: Pulau di Korea Selatan jadi serba ungu untuk menarik hati turis

Pasukan pengamanan berjaga di bekas kediaman resmi presiden yang sekarang dibuka untuk umum di kompleks Gedung Biru, Seoul, Korea Selatan. (ANTARA/Desca Lidya Natalia)

Ada juga ruang keluarga, ruang ganti dan kamar mandi yang dilengkapi sauna. Di bagian dapur, ada "chandelier" besar tergantung.

Baca juga: Berencana travel ke Seoul? Ini daftar restoran favorit bintang K-pop

Sementara gedung utama kompleks Gedung Biru adalah tempat presiden Korsel bertemu dengan tamu-tamunya dan menggelar berbagai rapat.

Antrian untuk masuk ke Gedung Utama di kompleks Gedung Biru, Seoul, Korea Selatan. (ANTARA/Desca Lidya Natalia)

Menyusuri lorong utama, ada Ruang Hwang yang dilengkapi dengan karpet merah dan "chandeliers" (lampu gantung). Selanjutnya ada ruang Mugunghwa yaitu kantor ibu negara yang berada di sisi kiri lantai pertama. Di ruang itu juga terpasang foto-foto ibu negara sebelumnya.

Di lantai dua, ada kantor presiden dan ruang resepsi. Di belakang kerja presiden terdapat dekorasi bunga mawar dan phoenix emas. Tangga besar yang ditutupi karpet merah terang menuju kantor presiden kerap menjadi latar tempat drama-drama Korea dengan genre politik.

Saat Antara mengunjungi Gedung Biru pada awal Juni 2022 lalu, ada seorang polisi turis wanita bernama Lee yang mampu memberikan pelayanan dalam bahasa Inggris. Secara kebetulan ia juga bisa berbahasa Indonesia.

"Saya pernah tinggal di Indonesia selama 10 tahun, saya senang sekali bisa bertemu orang Indonesia sehingga bisa berbahasa Indonesia," kata Lee di kompleks Gedung Biru.

Baca juga: Jalan virtual Korea ke Gangneung, Mokpo dan Andong

Baca juga: Jalan-jalan virtual ke tiga kawasan di Korea

Pasukan pengamanan berjaga di bekas kediaman resmi presiden yang sekarang dibuka untuk umum di kompleks Gedung Biru, Seoul, Korea Selatan. (ANTARA/Desca Lidya Natalia)

Lee bersama tiga orang rekannya mengenakan seragam putih yang mencolok di tengah kerumunan wisatawan. Mereka pun ramah menjawab berbagai pertanyaan.

Pemerintah Korsel menamakan bangunan tersebut sebagai Gedung Biru pada Agustus 1960 sebagai upaya untuk meredam sentimen negatif dari rakyat terhadap kediaman pemerintah sebelumnya yang dicurangi dalam pemilihan. Atap biru melambangkan perdamaian dan pemberontakan yang demokratis pada 1960.

Baca juga: Jalan-jalan seharian di Seoul tanpa menguras isi kantong ada di sini

Gedung Biru juga mengalami banyak perubahan selama bertahun-tahun. Dulunya, Gedung Biru itu merupakan situs taman kerajaan hingga tahun keempat pemerintahan Raja Taejo (memerintah 1392-1398).

Setelah Kekaisaran Jepang datang ke Korea, gubernur jenderal Jepang pada Juli 1939 membangun kediaman resmi di lokasi itu untuk ditinggali maupun berkantor semasa pemerintahan kolonial Jepang menguasai Semenanjung Korea.

Baca juga: Bosan ke Seoul? Daejeon gelar festival EDM tiap pekan

Setelah Korea dibebaskan dari Jepang pada 1945, komandan militer Amerika Serikat kemudian menduduki tempat itu. Selanjutnya sejak 1948, bangunan itu menjadi kantor kepresidenan dan kediaman resmi Presiden Korea Selatan.

Luas seluruh kompleks mencapai sekitar 250 ribu meter persegi atau 62 hektare.

Gedung Biru saat ini dibuka untuk kunjungan maksimal 39 ribu orang per hari. Masyarakat yang ingin datang ke Gedung Biru dapat mendaftar melalui aplikasi Kakao, Naver atau Toss.

Lingkungan kompleks istana pun berubah menjadi suasana seperti pekan raya karena kerumunan pengunjung terus mengalir untuk masuk istana sejak pagi. Bahkan antrian sudah dimulai sejak pukul 06.30 waktu setempat.

Antrian untuk masuk ke kompleks Gedung Biru, Seoul, Korea Selatan. (ANTARA/Desca Lidya Natalia)

Di masa lalu, ribuan orang kerap berkumpul di dekat Gedung Biru untuk protes dan pawai. Namun saat ini ribuan orang berkumpul untuk mengantri dan masuk ke Gedung Biru demi memuaskan rasa ingin tahu mengenai keseharian para presiden Korsel dan keluarganya.


Baca juga: Jalan-jalan ke Desa Seochon dan pasar tradisional Tongin

Baca juga: Seoul dan regenerasi kota

Baca juga: Mengabadikan cinta di Menara Namsan, Seoul

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2022