Tokyo (ANTARA) - Saham-saham Asia merosot dan imbal hasil obligasi sedikit lebih tinggi pada awal perdagangan Senin, karena inflasi AS yang panas memicu kembali kekhawatiran tentang pengetatan kebijakan Federal Reserve yang lebih agresif, dan peringatan COVID-19 dari Beijing menambah kekhawatiran tentang pertumbuhan global.
Indeks saham unggulan China CSI300 melemah 0,84 persem, indeks Hang Seng Hong Kong terpangkas 2,9 persen, indeks Nikkei Jepang merosot 2,78 persen, dan indeks KOSPI Korea Selatan tergelincir 2,78 persen.
Indeks saham Selandia Baru juga berkurang 2,1 persen, sementara pasar Australia ditutup untuk hari libur umum.
Saham berjangka AS menunjukkan penurunan lebih lanjut pada pembukaan dengan S&P 500 berjangka 1,54 persen lebih rendah, setelah mundur 2,91 persen pada Jumat (10/6/2022).
Dolar mencapai 135 yen untuk pertama kalinya dalam dua dekade, didukung oleh kenaikan imbal hasil obligasi pemerintah AS yang berlanjut ke perdagangan Tokyo, dengan imbal hasil obligasi 10-tahun mencapai puncak lebih dari satu bulan di 3,201 persen, menempatkannya hanya dua persepuluh basis poin dari tertinggi sejak November 2018.
Distrik terpadat di Beijing, Chaoyang, pada Minggu (12/6/2022) mengumumkan tiga putaran pengujian massal untuk memadamkan wabah COVID-19 "ganas" yang muncul di sebuah bar di kehidupan malam dan area perbelanjaan minggu lalu, memicu kekhawatiran akan lebih banyak penguncian yang mencekik pertumbuhan hanya dalam waktu singkat setelah kota melonggarkan pembatasan untuk memadamkan wabah mulai April.
Sementara itu, indeks harga konsumen AS meningkat lebih besar dari perkiraan di 8,6 persen bulan lalu, kenaikan tahun-ke-tahun terbesar sejak Desember 1981, angka Departemen Tenaga Kerja menunjukkan Jumat (10/6/2022).
Data itu menghancurkan harapan bahwa inflasi telah mencapai puncaknya, dan malah membuat pasar waspada bahwa The Fed dapat memperketat kebijakan terlalu lama dan menyebabkan perlambatan ekonomi yang tajam. Keputusan kebijakan berikutnya akan datang pada Rabu (15/6/2022).
"Data inflasi adalah pengubah permainan yang memaksa The Fed untuk beralih ke gigi yang lebih tinggi, pengetatan kebijakan yang dimuat di depan," tulis ahli strategi Jefferies Aneta Markowska dalam sebuah catatan penelitian, mengangkat seruan keputusan minggu ini untuk kenaikan 75 basis poin.
"Inflasi belum mencapai puncaknya, bahkan tidak stabil. Ini masih meningkat, dan kemungkinan akan terjadi pada Juni" juga, kata catatan itu.
Pasar saat ini memperkirakan peluang 80 persen dari peningkatan setengah poin, dan peluang 20 persen untuk kenaikan 75 basis poin.
Imbal hasil obligasi pemerintah AS dua tahun, yang sangat sensitif terhadap ekspektasi kebijakan suku bunga, melonjak ke setinggi 3,159 persen di Tokyo pada Senin pagi, yang pertama sejak Desember 2007.
Indeks dolar AS, yang mengukur mata uang tersebut terhadap enam mata uang utama lainnya termasuk yen, bergerak mencapai setinggi 104,55 untuk pertama kalinya dalam hampir sebulan.
Euro turun ke level 1,0479 dolar untuk pertama kalinya sejak 19 Mei.
Di pasar uang kripto, bitcoin merosot ke level terendah satu bulan di 25.975 dolar AS.
Sementara itu, minyak mentah turun lebih dari dua dolar AS di tengah kekhawatiran tentang pertumbuhan global. Minyak mentah berjangka Brent jatuh 2,06 dolar AS atau 1,7 persen,menjadi diperdagangkan di 119,95 dolar AS per barel, sementara minyak mentah West Texas Intermediate AS berada di 118,54 dolar AS per barel, turun 2,13 dolar AS atau 1,8 persen.
Baca juga: Saham Asia jatuh ikuti Wall Street dan bursa global
Baca juga: Khawatir perlambatan, valuasi saham Asia turun ke terendah 26 bulan
Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2022