Jakarta (ANTARA) - Nilai tukar (kurs) rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada awal pekan melemah dipicu tingginya kenaikan inflasi di Amerika Serikat.
Rupiah pagi ini bergerak melemah 97 poin atau 0,66 persen ke posisi Rp14.650 per dolar AS dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya Rp14.553 per dolar AS.
Pengamat pasar uang Ariston Tjendra saat dihubungi di Jakarta, Senin, mengatakan, rupiah bisa melemah terhadap dolar AS hari ini karena sentimen The Fed.
Sentimen The Fed menguat lagi setelah data inflasi konsumen AS bulan Mei yang dirilis Jumat (10/6) menunjukkan kenaikan inflasi tertinggi selama 40 tahun di 8,6 persen.
"Inflasi AS yang masih belum menurun menjadi alasan bagi bank sentral AS untuk menjalankan kebijakan pengetatan moneter yang lebih agresif," ujar Ariston.
Penguatan sentimen The Fed itu tercermin di kenaikan imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS. Yield tenor 10 tahun kembali mendekati level 3,2 persen yang merupakan level tinggi tahun ini yang terjadi pada Mei lalu.
Ariston menambahkan, sentimen pasar terhadap aset berisiko juga terlihat negatif. Indeks saham Asia dibuka negatif. Bitcoin juga bergerak menurun dan sudah bergerak di bawah 30 ribu dolar AS.
Menurutnya, kekhawatiran pasar terhadap kenaikan inflasi global bakal menekan pertumbuhan ekonom, juga menjadi pemicu sentimen negatif pasar terhadap aset berisiko.
"Perekonomian Indonesia juga akan mendapatkan dampak negatif karena harga-harga pangan dan komoditi yang terus naik," kata Ariston.
Ariston memperkirakan hari ini rupiah akan bergerak melemah ke level Rp14.650 per dolar AS dengan support di level Rp14.550 per dolar AS.
Pada Jumat (13/6) lalu, rupiah ditutup menguat 14 poin atau 0,09 persen ke posisi Rp14.553 per dolar AS dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya Rp14.567 per dolar AS.
Baca juga: Rupiah lanjut melemah seiring pasar antisipasi data inflasi AS
Baca juga: Rupiah Senin pagi melemah 97 poin
Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2022