Jakarta (ANTARA News) - Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) menyambut lagi dua TKI yang terbebas dari pemancungan di Arab Saudi yakni Neneng Sunengsih binti Mamih Ujan dan Mesi binti Dama Idon.
Deputi Kepala BNP2TKI Bidang Perlindungan Lisna Yoeliani Poeloengan, di Jakarta, Kamis, menjelaskan Neneng dan Mesi berangkat dari Bandara King Abdul Azis, Jeddah, dengan menggunakan pesawat Saudi Airlines SV 820 pada Kamis (19/1) pukul 00.30 waktu setempat atau 04.30 WIB dan akan mendarat ke Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, pukul 13.30 WIB.
Sebelumnya dua TKI yang juga selamat dari hukuman pancung yakni Bayanah binti Banhawi telah pulang ke tanah air pada 28 Desember lalu dan Jamilah binti Abidin Rofi'i alias Juariyah binti Idin Rofi'i telah pulang pada 29 Desember lalu.
Lisna yang juga anggota Satuan Tugas (Satgas) Penanganan WNI/TKI Terancam Hukuman Mati Di Luar Negeri menyebutkan Neneng, TKI asal Desa Bojong Kalong RT 03/03, Kecamatan Nyalindung, Sukabumi, Jawa Barat, dibebaskan dengan jaminan dari pengacara sedangkan Mesi, asal Kampung Pasir Ceuri RT 01/02 Kelurahan Cibenda, Kecamatan Ciemas, Sukabumi, Jawa Barat, dibebaskan setelah mendapat pengampunan dari Raja Abdullah.
Neneng Sunengsih, pemilik paspor Nomor AP 482271, berangkat menjadi TKI Penata Laksana Rumah Tangga (PLRT) melalui Pelaksana Penempatan TKI Swasta (PPTKIS) PT Jasmindo Olah Bakat dan Al Rawabi Recruitment Office.
Setelah bekerja 11 bulan pada keluarga Asraf Roja Al Rajan, pada Mei 2011, Neneng ditahan Kepolisian Al Jouf, sekitar 1.200 km dari Riyadh, atas tuduhan membunuh bayi perempuan majikan dan berusaha melarikan diri.
KBRI Riyadh menunjuk pengacara setempat, Naseer Al Dandani, untuk membebaskan Neneng dengan meyakinkan majelis hakim di pengadilan bahwa kesalahan tidak seharusnya ditimpakan kepada Neneng yang tidak memiliki keahlian untuk merawat bayi dalam keadaan sakit parah.
Kematian bayi majikan tidak ada unsur kesengajaan dan tidak terdapat bukti kuat bahwa Neneng yang menyebabkan kematian bayi sedangkan majikan tidak mengizinkan jasad bayinya diotopsi.
Ketua Satgas Maftuh Basyuni saat berkunjung ke Riyadh pada 24 Desember 2011, melalui pengacara, telah mendesak pihak terkait di Penjara Al Jouf untuk membebaskan Neneng dari penjara.
Neneng dibebaskan karena alasan tidak adanya unsur kesengajaan,, tidak ada sidik jari yang membuktikan bahwa TKI Neneng yang menyebabkan kematian anak tersebut, orang tua korban tidak bersedia untuk mayat anaknya diotopsi.
Menurut pihak pengadilan kesalahan ada pada ibu bayi yang menyerahkan bayi tersebut ke Neneng yang tidak mempunyai keahlian merawat bayi yang sakit.
Sedangkan Mesi, pemilik paspor Nomor AL 613704 berangkat ke Arab Saudi pada 2008 melalui PPTKIS PT Jasebu Prima Internusa dan Amal Al Mubasher Agency.
Ia bekerja pada keluarga Abdullah Dhoifullah Haji Al Rugi.
Pada 2 Maret 2011, Mesi divonis hukuman mati oleh Pengadilan Umum Saqra, sekitar 250 km dari Riyadh, atas pengakuannya melakukan sihir kepada suami-istri majikannya namun Mesi mencabut dan menolak pengakuan tersebut karena pada saat pembuatan berita acara dia mengaku berada di bawah tekanan.
Putusan vonis mati dilimpahkan oleh pengadilan umum Saqra ke pengadilan kasasi.
KBRI Riyadh menindaklanjuti berkas perkara ke pengadilan kasasi dan mendapat penjelasan bahwa berkas perkara terdakwa telah dikembalikan ke Pengadilan Umum Saqra dan diberi pertimbangan agar Mesi tidak dihukum mati karena pengakuannya di bawah tekanan.
Pada 28 Juli 2011, sidang pengadilan meringankan hukuman mati menjadi hukuman penjara 10 tahun dan 500 kali cambukan.
Mesi pada awal Januari 2012 dibebaskan dari hukuman mati atas perintah Raja Arab Saudi.
Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2012