kalau lulus, peserta program RPL bisa memperoleh gelar Diploma Tiga
Jakarta (ANTARA) - Ketua DPD Persatuan Terapis Gigi dan Mulut Indonesia (PTGMI) DKI Jakarta periode 2018-2022 Dekda Sulistiyawati AMKG mengharapkan kepengurusan baru mampu memotivasi para anggota organisasi itu untuk berkarya dan inovatif menghadapi tantangan pada masa mendatang.
Sulistiyawati menyampaikan hal itu saat Musyawarah Daerah (Musda) V DPD PTGMI DKI Jakarta yang melibatkan 69 peserta dari lima DPC PTGMI wilayah DKI Jakarta di Jakarta Utara, Sabtu.
Sulistiyawati menjelaskan pandemi COVID-19 membuat keterbatasan bagi terapis gigi dan mulut dalam melayani masyarakat, apalagi awalnya kompetensi yang dimiliki masih manual.
Namun, menurut Sulistiyawati justru pandemi COVID-19 merupakan pembelajaran untuk berkarya lebih baik dan inovatif melayani masyarakat.
Misalnya, menurut Sulistiyawati, saat ini belum ada layanan teledentistry yang dibuat secara terpusat di DKI Jakarta. Tentunya ini menjadi tantangan kepada kepengurusan DPD PTGMI DKI Jakarta periode mendatang untuk menghadirkan pelayanan secara daring itu kepada masyarakat.
Mungkin di tempat kerja atau rumah sakit masing-masing anggota DPD PTGMI DKI sudah ada yang melakukan inovasi teledentistry, tapi kalau untuk kegiatan tersentral di DPD PTGMI DKI saat ini masih belum ada.
Anggota PTGMI bekerja di sejumlah fasilitas kesehatan seperti Puskesmas dan Rumah Sakit berjumlah sekitar 21.809 orang dalam sistem informasi keanggotaan. Di DKI Jakarta sendiri, anggota PTGMI sekitar 1.300 orang.
Anggota PTGMI itu ada yang pegawai negeri sipil, namun ada pula yang bekerja sebagai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), honorer, dan swasta.
Pekerja swasta itu misalnya tenaga kesehatan di Rumah Sakit swasta, klinik swasta, maupun tempat-tempat praktik Dokter Gigi.
Kiprah DPD PTGMI DKI 2018-2022 sejauh ini adalah menyukseskan peralihan ratusan terapis gigi dan mulut yang tadinya masih memiliki ijazah setara SMA menjadi minimal Diploma Tiga.
Sebab, dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 mensyaratkan terapis gigi dan mulut memiliki pendidikan minimal Diploma Tiga.
Menurut Sulistiyawati, terapis gigi dan mulut di DKI Jakarta itu masih banyak sekali yang masih berijazah setara SMA, karena dulunya lulusan pendidikan sekolah pengatur rawat gigi (SPRG).
Kalau tidak melanjutkan pendidikan ke D3, maka terapis gigi dan mulut itu tidak bisa memperpanjang Surat Tanda Registrasi (STR) yang nantinya akan diminta oleh Rumah Sakit sebagai bukti akreditasi keperawatan.
Sulistiyawati mengatakan sejak tahun 2020, terapis gigi dan mulut sudah tidak bisa memperpanjang STR mereka. Namun ia bersyukur pemerintah menghadirkan program yang bernama Recognized Pembelajaran Lampau (RPL) untuk para tenaga kesehatan di Indonesia.
Program itu yang dimanfaatkan DPD PTGMI DKI Jakarta untuk mendorong anggotanya yang tercatat belum pernah mengikuti pendidikan D3.
Ratusan pengampu program RPL dari PTGMI DKI itu mengikuti pendidikannya di Poltekkes Jakarta dan Puskesad hanya selama satu tahun saja.
Namun kalau lulus, peserta program RPL bisa memperoleh gelar Diploma Tiga, karena di dalam program itu juga memperhitungkan pengalaman tenaga kesehatan tersebut.
Kalau ditotal-total ada sekitar 160 orang yang mengikuti program tersebut dari anggota DPD PTGMI yang bekerja di fasilitas kesehatan swasta.
Sekilas PTGMI
PTGMI adalah nama yang baru berubah sejak 13 September 2017. Sehingga baru sekitar lima tahun perjalanannya. Sebelum PTGMI, nama perhimpunan itu adalah Perhimpunan Perawat Gigi Indonesia (PPGI) yang lahirnya pada 1996. Sebelum itu, ada lagi yang namanya Ikatan Perawat dan Tekniker Gigi Indonesia (IPTGI).
Selama lima tahun, PTGMI berupaya menunjukkan kiprah untuk pelayanan masyarakat agar bisa lebih optimal.
Saat ini, PTGMI sudah memiliki pengurus daerah (DPD) di 34 provinsi se-Indonesia. Adapun pengurus pusat (DPP)-nya berada di DKI Jakarta.
Sesuai dengan amanat dari Anggaran Rumah Tangga PTGMI Bab IV, Pasal 22 Ayat 1a, Musda PTGMI merupakan pemegang kekuasaan tertinggi di tingkat provinsi.
Musda V DPD PTGMI DKI Jakarta terdiri dari Sidang Pleno 1, Sidang Pleno 2, Sidang Pleno 3, Sidang Komisi A, Sidang Komisi B, Sidang Komisi C, Sidang Pleno 4, Sidang Pleno 5, dan pengukuhan Ketua DPD PTGMI DKI Jakarta periode 2022-2026.
Sidang Pleno 1 dipimpin oleh Dekda Sulistiyawati AMKG dan ditetapkan bahwa selama persidangan Musda V DPD DKI PTGMI DKI Jakarta akan dipimpin oleh Pimpinan Sidang yang terdiri dari Ketua Sidang Dewi Candra Prabawanti SSi T, Sekretaris Sidang Zulkarnaen AMKG dan Anggota Sidang Sepri Latifan AMKG.
Zaeni Dahlan selaku Ketua DPP PTGMI ingin Musda V DPD PTGMI DKI Jakarta menghasilkan kepengurusan yang lebih kuat di masa mendatang, sehingga dapat menjadi percontohan bagi DPD PTGMI seluruh Indonesia.
Upaya-upaya inovasi seperti pengobatan telemedicine atau teledentistry juga perlu dihadirkan, karena dapat membuat pasien atau masyarakat masih bisa berkonsultasi dan mendapat simulasi, tanpa harus bertemu ke klinik gigi.
Tapi tentu diperlukan upaya-upaya untuk peningkatan kapasitas pengetahuan dan keterampilan yang perlu dilakukan. Apalagi untuk terapis yang masih berusia muda, perlu dibekali dengan gairah (passion) di bidang inovasi berbasis teknologi informasi tersebut.
Zaeni mengatakan PTGMI saat ini bekerja sama dengan sejumlah lembaga pendidikan dan pelatihan, yaitu ada 18 jurusan di Politeknik Kesehatan (Poltekkes) di seluruh Indonesia, juga lima institusi pendidikan swasta, dan juga satu jurusan magister terapan terapis gigi dan mulut di Poltekkes Semarang, dimana PTGMI terlibat dalam penyusunan kurikulumnya.
Kerja sama itu diharapkan mendorong terapis-terapis muda menciptakan inovasi-inovasi baru. Sehingga lulusan terapis gigi dan mulut dapat menjadi pionir dalam pengembangan keilmuan dan menghasilkan inovasi-inovasi baru dalam praktik pelayanan kesehatan gigi dan mulut.
Misalnya membuat aplikasi berbasis asesmen risiko, mungkin ke depan bisa dikembangkan sehingga dapat menilai bagaimana risiko pasien terhadap penyakit tertentu. Apakah risiko tinggi, sedang, atau ringan, bisa diukur melalui database yang didapatkan dan diolah melalui aplikasi tersebut.
Dengan data tertentu yang didapat dari pasien, bisa diukur potensinya terhadap penyakit, misalnya penyakit lubang gigi (karies). Selanjutnya ditetapkan bagaimana terapi yang harus dilakukan pasien.
Kemudian inovasi lain yang diharapkan adalah banyaknya penggunaan-penggunaan media sosial yang sedang tren sekarang, seperti Instagram, TikTok, dan YouTube.
Zaeni berharap segala macam aplikasi media sosial itu juga bisa lebih dioptimalkan penggunaannya untuk mengedukasi masyarakat.
Mungkin sekarang sudah ada anggota PTGMI yang menciptakan video-video yang menarik, misalnya video animasi anak-anak tentang cara menyikat gigi yang benar, yang membuat anak usia tertentu bisa tertarik untuk menyikat gigi dengan benar.
Zaeni berharap edukasi lewat video tersebut bisa lebih menyentuh seluruh lapisan masyarakat. Dia berharap kepengurusan PTGMI di daerah, khususnya DKI Jakarta lebih menangani itu lebih baik lagi ke depan.
Zaeni mengatakan PTGMI bukan bagian dari Perhimpunan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), tapi organisasi yang berbeda.
Profesinya disebut sebagai Perawat Gigi, tapi bukan merupakan kekhususan atau semacam spesialisasi dari profesi Perawat, bukan seperti dokter umum dan dokter spesialis.
Selain itu, sekolah perawat gigi dan perawat umum itu pun berbeda.
Dulu, sekolah perawat gigi adalah SPRG, kemudian di awal tahun 1990-an itu dirasakan kalau kualitas tenaga kesehatan itu harus ditingkatkan, dari sekadar lulusan setingkat SMA harus menjadi pendidikan tinggi minimal Diploma Tiga.
Maka kemudian syarat pendidikannya harus menempuh program D3 di Akademi Kesehatan Gigi, kemudian ada juga program Diploma Empat atau Sarjana Terapan, sekitar awal tahun 2000-an.
Pada 2014, adanya Undang-Undang Keperawatan dan Undang-Undang Tenaga Kesehatan selanjutnya mengubah nama profesi Perawat Gigi menjadi Terapis Gigi dan Mulut, mengacu penamaan di dunia Internasional.
Pendidikan Perawat Gigi itu sudah dimulai dari tahun 1950-an sejak ada yang namanya jenjang pendidikan menengah, Sekolah Perawat Gigi (sekarang Sekolah Pengatur Rawat Gigi/ SPRG).
Bisa dibilang profesi Terapis Gigi dan Mulut (Oral Health Therapyst) sudah lama berkecimpung dalam bidang kesehatan masyarakat.
Pekerjaan ini dulunya bisa seperti Dokter Gigi, yang bisa mencabut gigi dan menambal gigi. Sekarang, walau masih diberikan kewenangan itu, tapi aturannya lebih terbatas.
Selanjutnya para terapis gigi dan mulut menghimpunkan diri ke dalam PTGMI.
Tujuan para perawat dan terapis gigi dan mulut berhimpun dalam PTGMI adalah agar bisa saling membantu dan bahu-membahu di dalam peningkatan kualitas profesi. Misalnya berbagi ilmu pengetahuan lewat seminar, pelatihan, lokakarya, dan lain-lain.
Melalui PTGMI, para perawat dan terapis gigi dan mulut juga dapat menyuarakan kepada stakeholders terkait, yakni pemerintah maupun organisasi profesi lainnya, terkait kepentingan profesi. Misalnya perlindungan profesi secara hukum hingga peningkatan kualitas profesi perawat gigi dan mulut agar pelayanan kesehatan kepada masyarakat dapat terus meningkat.
Baca juga: PTGMI DKI canangkan inovasi terapis kesehatan gigi dan mulut
Baca juga: PTGMI: Masyarakat banyak tidak mengetahui kapan waktu sikat gigi
Baca juga: FKG UI suluh soal radiografik kepada pelajar SMAN di Jakarta
Pewarta: Abdu Faisal
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2022