Jakarta (ANTARA) - Kantor Staf Presiden mendukung penuh uji coba penerapan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) pada Juli 2022 yang dinilai memberikan hak yang sama dalam pelayanan melalui BPJS Kesehatan.
Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Noch Tiranduk Mallisa mengatakan bahwa pelaksanaan KRIS merupakan amanah Undang-Undang Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).
Tujuannya untuk memberikan fasilitas dan pelayanan kesehatan yang sama bagi peserta BPJS kesehatan. Dengan demikian kelas 1, 2 dan 3 yang ada dalam program JKN-KIS akan dihapuskan.
"KRIS ini memanusiakan manusia. Ini sejalan dengan amanah UU, bahwa semua masyarakat memiliki hak yang sama dalam mendapat fasilitas dan pelayanan kesehatan," kata Mallisa dalam keterangan resmi diterima di Jakarta, Sabtu.
Baca juga: Peserta JKN terpaksa naik kelas rawat inap tidak perlu bayar
Baca juga: Naik kelas rawat inap BPJS Kesehatan hanya bisa satu tingkat
Purnawirawan TNI ini mengungkapkan bahwa untuk tahap awal, program KRIS akan diujicoba pada rumah sakit khusus vertikal milik Kementerian Kesehatan.
Hak itu karena dari sisi sumber daya, rumah sakit vertikal mendapat dukungan penuh dari pemerintah pusat, baik dari sisi pemenuhan infrastruktur dan anggarannya.
Ia menyebutkan bahwa dari hasil monitoring dan verifikasi lapangan tim Kantor Staf Presiden, rumah sakit vertikal Kemenkes di beberapa daerah sudah siap untuk uji coba KRIS.
Mallisa merinci sejumlah rumah sakit yang sudah dikunjungi di antaranya adalah RS dr. Sardjito di Yogyakarta, RS Pongtiku Toraja Utara dan RS TNI AD Reksodiwiryo di Padang Sumbar.
Namun di sisi lain, dari hasil verifikasi lapangan, terdapat sejumlah kendala yang dihadapi rumah sakit vertikal Kemenkes dan TNI dalam menerapkan KRIS, seperti ketersediaan lahan dan infrastruktur lainnya
"Tapi intinya mereka siap untuk uji coba. Ini yang terus kita dorong," tuturnya.
Mallisa mengakui penerapan KRIS tidak mudah dan butuh masa transisi yang panjang.
Menurut dia, banyak hal yang harus dipersiapkan, mulai dari standar fasilitas ruangan hingga besaran iuran dan tarif rumah sakit yang harus diformulasikan kembali.
Masyarakat juga tidak perlu khawatir, mengingat pelayanan BPJS Kesehatan dan rumah sakit masih berjalan seperti sedia kala.
Mallisa berharap penerapan KRIS di rumah sakit vertikal Kemenkes berjalan baik, sehingga bisa dilanjutkan ke rumah sakit TNI-Polri, rumah sakit pemerintah daerah, hingga ke rumah sakit swasta.
Sebagai informasi, pada tahap awal KRIS akan diimplementasikan pada 50 persen rumah sakit vertikal dengan menetapkan sembilan kriteria wajib dari 12 kriteria yang disepakati.
Empat kriteria wajib pertama mensyaratkan bahan bangunan RS tidak memiliki porositas yang tinggi, ventilasi udara, pencahayaan ruangan, kelengkapan tempat tidur dengan minimal 2 setop kontak, serta "nurse call" yang terhubung dengan ruang jaga perawat.
Lima kriteria sisanya mewajibkan tersedia meja nakes, stabilnya suhu ruangan 20-26 derajat celsius, ruangan terbagi jenis kelamin, usia, dan jenis penyakit (infeksi, noninfeksi, dan bersalin), pengaturan kepadatan ruang rawat dan kualitas tempat tidur, serta tirai atau partisi rel dibenamkan atau menempel plafon dan bahan tidak berpori.
Baca juga: Peserta JKN-KIS bisa menikmati layanan rawat inap tanpa biaya
Baca juga: BPJS kesehatan: Tak berbatas lama rawat inap
Pewarta: Mentari Dwi Gayati
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2022