"Bunyi pasal-pasalnya Angkutan Umum di Darat dan Air, jelas tak dikenai PPN, tetapi prakteknya teman-teman kami malah `diwajibkan` membayarnya. Ini jelas-jelas pungli terselubung di depan mata," kata Murphy.
Jakarta (ANTARA News) - Organisasi Pengusaha Angkutan Darat (Organda) mengancam akan menghentikan operasional Angkutan Umum Barang dan Jasa di empat pelabuhan utama di Indonesia akhir Maret mendatang jika tuntutan penghentian pungli di pelabuhan tersebut tidak dapat diselesaikan. "Kami sudah ketemu 30 DPD (Dewan Pimpinan Daerah) Organda dan sepakat untuk menghentikan operasional kami mulai akhir bulan ini, tanpa batas waktu sampai keinginan kami dipenuhi," kata Ketua Umum DPP Organda, Murphy Hutagalung kepada pers di Jakarta, Senin. Keempat pelabuhan utama itu yakni Pelabuhan Tanjung Priok (Jakarta), Pelabuhan Tanjung Emas (Semarang), Pelabuhan Tanjung Perak (Surabaya) dan Pelabuhan Belawan Medan. Menurut Murphy, aksi itu terpaksa ditempuh setelah sejumlah upaya diplomasi kepada pihak terkait seperti Menteri Perhubungan dan Komisi V DPR tidak mendapatkan hasil, termasuk berkirim surat berkali-kali kepada Menteri Keuangan. Ia mengatakan, ancaman itu dipicu oleh Keputusan Menteri Keuangan Nomor 527/KMK.03/2003 tentang Jasa Di Bidang Angkutan Umum Di Darat dan Di Air Yang Tidak Dikenakan Pajak Pertambahan Nilai yang tidak dilaksanakan di lapangan. "Bunyi pasal-pasalnya Angkutan Umum di Darat dan Air, jelas tak dikenai PPN, tetapi prakteknya teman-teman kami malah `diwajibkan` membayarnya. Ini jelas-jelas pungli terselubung di depan mata," kata Murphy. Sementara, katanya lagi, perundangan lain juga sudah melarangnya misalnya UU No 18/2000 Bab III, Objek Pajak pasal 4A ayat 3, juga Peraturan Pemerintah No 144/2000 tentang Jenis Barang dan Jasa yang tidak dikenakan PPN. "Anehnya, pemberlakuan PPN tersebut akan berlaku surut sejak 2003. Ini apa-apaan. Sekali lagi ini sangat memukul kami di tengah beratnya beban akibat kenaikan suku cadang dan Bahan Bakar Minyak," tukasnya. Sementara itu, menurut Ketua Departemen Angkutan dan Prasarana Organda, Rudy Thehamihardja, selama ini salah kaprah jika beban PPN juga menjadi beban angkutan. "Mestinya pembayarnya hanya produsen dan pembeli barang yakni para agen dan distributornya. Dasarnya dari mana kalau kami juga ikut tanggung beban PPN," kata Rudy. Akibatnya, Rudy menyebut, besaran PPN yang harus dibayar produsen dan distributornya "tidak seberapa" dibanding nilai barang dan jasa yang dihasilkan. "Ini kan negara yang dirugikan?" Namun, keduanya tidak bersedia merinci berapa potensi PPN per tahun yang disokong oleh anggota Organda di empat pelabuhan itu. Anggota Organda, khususnya truk angkutan barang di ke empat pelabuhan itu mencapai 30 ribu unit. "Di Priok saja mencapai 6.500 truk barang," katanya. Keduanya juga menolak ancaman stop operasi tersebut sebagai ancaman dan "gertak sambal" kepada pemerintah. "Kita lihat nanti, jika sampai akhir Maret belum dicabut juga, kami akan benar-benar mogok alias stop operasi" tegasnya.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006