Tingginya tingkat kesuksesan menunjukkan bahwa intervensi terhadap kekerasan kolektif di Indonesia itu bukan hal yang sulitJakarta (ANTARA) - Peneliti dari Departemen Politik dan Perubahan Sosial CSIS Alif Satria mengungkapkan bahwa intervensi yang dilakukan secara bersama-sama oleh aktor negara dan nonnegara memiliki tingkat keberhasilan 100 persen untuk menghentikan kekerasan kolektif.
“Kami menemukan, semua intervensi yang dilakukan bersama antara aktor negara dan aktor nonnegara memiliki kesuksesan 100 persen,” kata Alif ketika menyampaikan paparan dalam Peluncuran Dataset Peringatan Dini Kekerasan Kolektif di Indonesia yang disiarkan di kanal YouTube CSIS Indonesia, dipantau dari Jakarta, Jumat.
Berdasarkan kesuksesan tersebut, Alif merekomendasikan kepada Pemerintah untuk lebih mengembangkan dan mendalami skema intervensi gabungan antara aktor negara dan aktor nonnegara dalam penyelesaian kekerasan kolektif.
“Bisa dikembangkan atau didalami lebih jauh peran warga bersama dengan polisi, atau bersama dengan aktor-aktor negara lainnya untuk mencegah kekerasan,” tutur Alif.
Center for Strategic and International Studies (CSIS) mendefinisikan intervensi sebagai upaya pihak ketiga untuk menghentikan kekerasan antara dua pihak yang terlibat di dalam konflik.
Alif menjelaskan jumlah intervensi yang dilakukan secara bersama-sama masih sangat sedikit, yakni sekitar tujuh sampai sepuluh intervensi, berbeda dengan jumlah intervensi yang dilakukan oleh aktor negara sebanyak 234 intervensi, serta intervensi yang dilakukan oleh aktor nonnegara sebanyak 47 intervensi.
Baca juga: CSIS: Indonesia bisa jadi mediator konflik Rusia-Ukraina
Adapun tingkat kesuksesan intervensi oleh aktor negara mencapai 68,8 persen. Berdasarkan temuan CSIS, sepanjang 2021 aktor negara melakukan intervensi terhadap konflik sebesar 81,2 persen dari total intervensi terhadap kekerasan kolektif di Indonesia. Aktor negara yang paling sering melakukan intervensi adalah polisi, khususnya polres.
Lebih lanjut, aktor nonnegara hanya mengintervensi 16,3 persen dari total intervensi. Aktor nonnegara yang paling umum untuk melakukan intervensi adalah warga. Meskipun demikian, tingkat kesuksesan intervensi oleh aktor nonnegara mencapai 63,8 persen.
“Tingginya tingkat kesuksesan menunjukkan bahwa intervensi terhadap kekerasan kolektif di Indonesia itu bukan hal yang sulit,” kata Alif.
CSIS mendefinisikan kekerasan kolektif menjadi tiga elemen. Elemen pertama adalah penggunaan kekuatan fisik atau ancaman kekuatan fisik, elemen kedua adalah perbuatan yang dilakukan secara sengaja, dan elemen ketiga adalah perbuatan yang dilakukan oleh dan/atau terhadap sekelompok orang.
Selanjutnya, kekerasan kolektif dibagi menjadi lima tipe berdasarkan pihak yang terlibat, yakni kekerasan antarkelompok seperti konflik etnis, kekerasan oleh kelompok terhadap individu seperti bermain hakim sendiri, kekerasan oleh individu terhadap kelompok seperti terorisme, kekerasan oleh kelompok terhadap negara seperti separatisme, serta kekerasan oleh negara terhadap kelompok seperti kekerasan saat penegakan hukum.
Berdasarkan data yang dikumpulkan dari 75 surat kabar online di seluruh Indonesia, CSIS menemukan Indonesia mengalami sebanyak 1.221 insiden kekerasan kolektif sepanjang 2021.
Baca juga: CSIS: Kualitas kelembagaan yang belum merata hambat daya saing daerah
Pewarta: Putu Indah Savitri
Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2022