Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melimpahkan berkas perkara dari dua terdakwa dugaan suap terkait pengajuan pinjaman dana pemulihan ekonomi nasional (PEN) tahun 2021 ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.

Dua terdakwa masing-masing mantan Dirjen Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Mochamad Ardian Noervianto dan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara Laode M. Syukur Akbar. Keduanya ialah pihak penerima perkara itu.

"Jaksa KPK Asril, Kamis (9/6) telah selesai melimpahkan berkas perkara berikut surat dakwaan dari terdakwa Mochamad Ardian Noervianto dan terdakwa Laode M Syukur Akbar ke Pengadilan Tipikor pada PN Pusat," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri di Jakarta, Jumat.

Ia mengatakan pengadilan tipikor saat ini memiliki wewenang terkait status penahanan dua terdakwa tersebut.

"Terkait agenda perdana pembacaan surat dakwaan, tim jaksa masih menunggu terbitnya penetapan penunjukan majelis hakim dan penetapan hari sidang dari Kepaniteraan Pidana Khusus Pengadilan Tipikor," katanya.

Keduanya didakwa dengan dakwaan, pertama Pasal 12 huruf a jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP atau kedua Pasal 11 jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Lebih lanjut, kata Ali, KPK juga mengajak masyarakat ikut mengawal proses persidangan dua terdakwa itu. KPK juga membuka kemungkinan untuk mengembangkan perkara tersebut sepanjang ditemukan fakta hukum dugaan keterlibatan pihak lain.

Sebelumnya, KPK telah menetapkan tiga tersangka. Adapun sebagai pemberi ialah Bupati Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara nonaktif Andi Merya Nur.

Baca juga: KPK menetapkan mantan Dirjen Kemendagri tersangka suap dana PEN daerah

Baca juga: Konstruksi perkara jerat eks Dirjen Kemendagri tersangka suap dana PEN

KPK menjelaskan tersangka Ardian memiliki tugas antara lain menjalankan bentuk investasi langsung pemerintah berupa pinjaman PEN tahun 2021 dari Pemerintah pusat kepada pemda, melalui PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI). Investasi tersebut berupa pinjaman program dan/atau kegiatan sesuai kebutuhan daerah.

Pada bulan Maret 2021, Andi Merya menghubungi Laode M. Syukur agar dibantu mendapatkan pinjaman dana PEN untuk Kabupaten Kolaka Timur. Selain menghubungi Laode M. Syukur, Andi Merya juga meminta bantuan LM Rusdianto Emba, yang juga mengenal baik tersangka Ardian.

Selanjutnya, pada bulan Mei 2021, Laode M. Syukur mempertemukan Andi Merya dengan Ardian di Gedung Kemendagri, Jakarta. Andy Merya mengajukan permohonan pinjaman dana PEN sebesar Rp350 miliar dan meminta Ardian mengawal dan mendukung proses permohonan pinjaman dana tersebut.

KPK menduga tersangka Ardian meminta kompensasi atas perannya dengan meminta sejumlah uang senilai 3 persen dari nilai pengajuan pinjaman. Adapun perinciannya 1 persen untuk penerbitan pertimbangan dari Kemendagri, 1 persen untuk penilaian awal dari Kemenkeu, dan 1 persen untuk penandatanganan nota kesepahaman antara PT SMI dengan Pemkab Kolaka Timur.

Andi Merya memenuhi keinginan Ardian dan mengirimkan uang sebesar Rp2 miliar ke rekening bank milik Laode M. Syukur. Pemberian uang sebagai tahap awal kompensasi itu juga diketahui LM Rusdianto Emba.

KPK menduga tersangka Ardian menerima 131.000 dolar Singapura atau setara dengan Rp1,5 miliar, yang diberikan langsung di rumah pribadi-nya di Jakarta, dan Laode M Syukur menerima Rp500 juta.

Disebutkan pula oleh KPK bahwa permohonan pinjaman dana PEN yang diajukan Andi Merya disetujui dengan adanya bubuhan paraf Ardian pada draf final surat Menteri Dalam Negeri ke Menteri Keuangan.

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2022