Sanaa (ANTARA News) - Gerilyawan garis keras mengibarkan bendera mereka di kota Radda, Yaman, dan berjanji setia pada pemimpin Al-Qaida Ayman al-Zawahri, kata penduduk, Senin.
Janji setia itu disampaikan tak lama setelah mereka menguasai kota tersebut, yang berjarak tempuh beberapa jam dari Sanaa, ibu kota Yaman, lapor Reuters.
Penduduk Radda mengatakan bahwa militan, yang menyerbu kota berpenduduk sekitar 60.000 orang itu pada tengah malam Sabtu, membunuh dua prajurit, menguasai penjara lokal dan lima kendaraan polisi, serta mengepung bangunan-bangunan pemerintah.
"Al-Qaida mengibarkan benderanya di benteng," kata seorang warga setempat kepada Reuters melalui telefon.
"Anggota-anggotanya menyebar di kota itu setelah menjanjikan kesetiaan pada Ayman al-Zawahri selama sholat isya (pada Minggu)," tambahnya.
Perkembangan itu diperkirakan meningkatkan kekhawatiran di negara tetangga, Arab Saudi, pengekspor minyak terbesar dunia, dan juga AS karena perluasan keberadaan Al-Qaida di Yaman.
Washington dan Riyadh mendorong pelaksanaan sebuah perjanijian yang ditandatangani pada November yang menetapkan Presiden Yaman Ali Abdullah Saleh menyerahkan kekuasaan secara resmi kepada wakilnya untuk meredam kerusuhan dan memulihkan ketertiban di negara miskin tersebut.
Minggu (8/1), kabinet Yaman mengusulkan kekebalan dari hukuman bagi Saleh untuk mempercepat pengunduran dirinya sesuai dengan rencana perdamaian penengahan negara Teluk untuk mengakhiri protes berbulan-bulan yang melumpuhkan negara miskin Arab itu. Pemilihan presiden dijadwalkan berlangsung pada 21 Februari.
Namun, siapa pun pengganti Saleh menghadapi banyak tantangan: pemberontakan di wilayah utara, gerakan separatis selatan dan kelompok sayap Al-Qaida yang bermarkas di Yaman.
Saleh (69), yang memerintah Yaman selama 33 tahun, menandatangani perjanjian penyerahan kekuasaan yang ditengahi oleh negara-negara Teluk di Riyadh pada 23 November, yang menetapkan ia menyerahkan kekuasaan kepada wakilnya meski ia tetap menjadi presiden kehormatan sampai Februari.
Prakarsa Dewan Kerja Sama Teluk yang bertujuan mengakhiri protes berbulan-bulan itu menetapkan Saleh mengundurkan diri dengan imbalan kekebalan dari tuntutan hukum bagi dirinya dan anggota-anggota keluarganya.
Pada 7 Desember, Wakil Presiden Yaman Abdrabuh Mansur Hadi mengeluarkan sebuah dekrit yang mensahkan pembentukan pemerintah persatuan nasional yang disepakati sesuai dengan perjanjian penengahan Teluk.
Pemerintah baru yang dipimpin oleh Perdana Menteri Mohammed Basindawa menjalankan tugas selama tiga bulan, dan setelah itu pemilihan umum dilaksanakan dan Hadi akan secara resmi mengambil alih tugas presiden.
Demonstrasi di Yaman sejak akhir Januari 2010 yang menuntut pengunduran diri Saleh telah menewaskan ratusan orang.
Dengan jumlah kematian yang terus meningkat, Saleh, sekutu lama Washington dalam perang melawan Al-Qaida, kehilangan dukungan AS.
Pemerintah AS mengambil bagian dalam upaya-upaya untuk merundingkan pengunduran diri Saleh dan penyerahan kekuasaan sementara, menurut sebuah laporan di New York Times.
Para pejabat AS menganggap posisi Saleh tidak bisa lagi dipertahankan karena protes yang meluas dan ia harus meninggalkan kursi presiden, kata laporan itu.
Meski demikian, Washington memperingatkan bahwa jatuhnya Saleh selaku sekutu utama AS dalam perang melawan Al-Qaida akan menimbulkan "ancaman nyata" bagi AS.
Yaman adalah negara leluhur almarhum pemimpin Al-Qaida Osama bin Laden dan hingga kini masih menghadapi kekerasan separatis di wilayah utara dan selatan.
Yaman Utara dan Yaman Selatan secara resmi bersatu membentuk Republik Yaman pada 1990 namun banyak pihak di wilayah selatan, yang menjadi tempat sebagian besar minyak Yaman, mengatakan bahwa orang utara menggunakan penyatuan itu untuk menguasai sumber-sumber alam dan mendiskriminasi mereka.
Negara-negara Barat, khususnya AS, semakin khawatir atas ancaman ekstrimisme di Yaman, termasuk kegiatan Al-Qaida di Semenanjung Arab (AQAP).
Negara-negara Barat dan Arab Saudi, tetangga Yaman, khawatir negara itu akan gagal dan Al-Qaida memanfaatkan kekacauan yang terjadi untuk memperkuat cengkeraman mereka di negara Arab miskin itu dan mengubahnya menjadi tempat peluncuran untuk serangan-serangan lebih lanjut. (M014)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2012