New York (ANTARA) - Sebanyak 76 persen warga New York City, kota terpadat di Amerika Serikat, sangat khawatir atau cukup khawatir menjadi korban tindak kejahatan yang disertai kekerasan, demikian temuan survei media dirilis pada Selasa (7/6).
Secara umum, tujuh dari 10 warga New York mengungkap mereka merasa kurang aman saat ini dibandingkan yang mereka rasakan sebelum pandemi COVID-19, sementara 25 persen di antaranya merasa aman seperti sebelumnya, demikian hasil survei yang dilakukan oleh Spectrum News NY1 dan Siena College mulai 22 Mei hingga 1 Juni 2022.
Responden survei itu mencakup 1.000 warga Kota New York.
"Sementara dua pertiga orang dewasa khawatir menjadi korban tindak kejahatan. Sebanyak lebih dari delapan dari 10 warga kulit berwarna di New York menyatakan khawatir, 45 persen di antaranya sangat khawatir," kata Direktur Siena College Research Institute, Dr Don Levy.
Imbasnya, separuh warga New York mengubah rutinitas harian mereka agar merasa lebih aman, jelas Levy.
Survei itu menunjukkan bahwa 85 persen warga New York mendukung adanya penambahan jumlah aparat polisi di stasiun kereta bawah tanah dan 63 persen responden mendukung penggunaan detektor logam di pintu masuk stasiun kereta bawah tanah.
Sementara itu, 52 persen warga New York menginginkan peningkatan anggaran untuk Departemen Kepolisian New York City, dengan 17 persen responden berpendapat sebaliknya.
Kemudian survei menunjukkan sebesar 35 persen responden atau seseorang yang mereka kenal telah mencari perawatan kesehatan mental sejak merebaknya pandemi.
Sebanyak 89 persen responden mendukung akses yang lebih mudah dalam mengirim mereka atau sejumlah orang yang berbahaya bagi publik ke fasilitas kesehatan mental.
Wali Kota New York City Eric Adams pada Senin (6/6) telah mengkritisi jaksa dan hakim setempat karena bersikap lunak terhadap para pelaku tindak kriminal.
Adams juga menyebut sistem peradilan pidana kota itu menjadi "bahan tertawaan".
Penerjemah: Xinhua
Editor: Bayu Prasetyo
Copyright © ANTARA 2022