Kami memulai dengan pandangan yang hati-hati terhadap pertumbuhan PDB. Kami mengharapkan 4,8 persen untuk tahun ini
Jakarta (ANTARA) - Kepala Ekonom Citibank Indonesia Helmi Arman Mukhlis memprediksikan ekonomi Indonesia pada tahun ini akan mampu tumbuh hingga 4,8 persen atau lebih baik dibandingkan tahun lalu yang sebesar 3,69 persen (yoy).
“Kami memulai dengan pandangan yang hati-hati terhadap pertumbuhan PDB. Kami mengharapkan 4,8 persen untuk tahun ini,” katanya dalam Asian Development Bank (ADB) Indonesia bertajuk Indonesia Development Talk 6 di Jakarta, Rabu.
Helmi menuturkan perkiraan pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 4,8 persen tahun depan akan didorong oleh beberapa faktor, seperti adanya perkembangan positif dalam harga komoditas.
Ia mengatakan terjadinya commodity boom membawa keuntungan tersendiri bagi Indonesia, khususnya terhadap neraca perdagangan yang terus mengalami surplus.
Baca juga: Ekonom: Investasikan hasil "commodity boom" agar berdampak pada PDB RI
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), surplus neraca perdagangan Indonesia secara kumulatif Januari sampai April 2022 mencapai 16,89 miliar dolar AS yang merupakan kinerja terbaik sejak 2017.
Surplus neraca perdagangan ini diperoleh dari nilai ekspor yang lebih tinggi dibandingkan peningkatan nilai impor pada periode tersebut yaitu nilai ekspor pada April 2022 mencapai 27,32 miliar dolar AS ,sedangkan nilai impor sebesar 19,76 miliar dolar AS.
“Karena kenaikan harga batu bara dan minyak sawit relatif tinggi, kita melihat ini telah membantu meningkatkan neraca perdagangan kita,” kata Helmi.
Di sisi lain ia menyarankan agar keuntungan dari commodity boom harus diinvestasikan agar dampak bagi perekonomian Indonesia lebih panjang dan berkelanjutan.
Terlebih lagi, keuntungan dari kenaikan harga komoditas global ini lebih banyak dirasakan oleh perusahaan dibandingkan masyarakat yang justru menerima imbas berupa inflasi yang berimplikasi terhadap naiknya harga di tingkat konsumen.
Baca juga: Indef sebut pertumbuhan ekonomi bisa capai 5 persen sepanjang 2022
Sementara dari sisi kenaikan harga pangan di tingkat global, hal itu tidak banyak membawa dampak negatif mengingat kenaikan terjadi untuk komoditas gandum dan kedelai. Sedangkan makanan pokok masyarakat Indonesia adalah beras yang mayoritas diproduksi di dalam negeri.
Selain itu gangguan pasokan pada komoditas pupuk juga tidak terlalu berpengaruh bagi Indonesia karena mayoritas justru bersumber dari dalam negeri, bahkan harganya pun disubsidi pemerintah.
“Ini mampu meredam dampaknya terhadap inflasi pangan secara keseluruhan,” ujarnya.
Helmi menambahkan untuk menjaga pertumbuhan ekonomi dan inflasi tahun ini maka sebaiknya pemerintah tidak menaikkan harga BBM agar konsumsi masyarakat tetap terjaga.
Baca juga: Pemerintah tambah subsidi, Pertamina: Harga BBM dan elpiji tidak naik
Baca juga: BPS: Ekonomi RI tumbuh 5,01 persen pada triwulan I 2022
Pewarta: Astrid Faidlatul Habibah
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2022