Kuala Lumpur (ANTARA) - Masalah perekrutan tenaga kerja asing di Malaysia yang berasal dari tiga negara, termasuk Indonesia, diharapkan segera bisa diselesaikan.

Menteri Sumber Daya Manusia Malaysia M. Saravanan mengatakan proses akhir sedang disempurnakan, termasuk hal-hal teknis, prosedur rekrutmen dan penandatanganan nota dengan lembaga atau pihak terkait di semua negara yang terlibat.

Dia mengatakan sejauh ini kementeriannya telah menerima lebih dari 200.000 aplikasi daring untuk pekerja asing dari Indonesia, Bangladesh dan Kamboja untuk berbagai sektor.

Proses rekrutmen tenaga kerja dari Indonesia, kata dia, melibatkan prosedur antara Kementerian Tenaga Kerja RI dan instansi terkait di Indonesia.

Proses untuk pekerja dari Bangladesh juga sudah selesai, katanya.

Menurut Saravanan, satu yang belum dia selesaikan adalah kesepakatan Malaysia dengan Kamboja untuk mendatangkan asisten rumah tangga Muslim.

“Saya akan berada di sana pada Juli dan kemungkinan besar akan menyelesaikannya. Selain Indonesia, Kamboja memiliki banyak asisten rumah tangga dari kalangan Muslim,” katanya, seperti dikutip kantor berita Bernama, Selasa.

Kurangnya pekerja telah menyebabkan banyak tempat usaha seperti restoran tidak beroperasi 24 jam, meskipun mampu melakukannya setelah Malaysia memasuki masa transisi dari pandemi ke fase endemi.

Terkait hal tersebut, Kementerian Sumber Daya Manusia Malaysia memutuskan untuk melakukan beberapa perubahan dalam rekrutmen tenaga kerja asing, termasuk soal karantina, prosedur operasi standar, tempat tinggal, pelatihan, hak-hak buruh dan lain-lain.

Sebelumnya, Asosiasi Nasional Agen Tenaga Kerja Swasta Malaysia (PAPSMA) meminta pemerintah untuk mempercepat masuknya pekerja Bangladesh ke negara itu.

Presiden PAPSMA Datuk Megat Fairouz Junaidi Megat Junid mengatakan banyak industri, terutama perkebunan serta usaha kecil dan menengah (UKM), yang mengalami kekurangan tenaga kerja akibat pandemi COVID-19.

“Kekurangan tenaga kerja di Malaysia dinilai sudah melebihi dua juta tenaga kerja asing di sektor utama yang tidak diminati oleh tenaga kerja lokal, seperti manufaktur, konstruksi, dan sektor 3D (berbahaya, sulit, kotor),” katanya dalam sebuah pernyataan.

Menurut dia, Asosiasi Minyak Sawit Malaysia (MPOA) dalam sebuah pernyataan pada Februari tahun ini mengatakan Malaysia menderita kerugian 1 miliar ringgit Malaysia (sekitar Rp3,29 triliun) karena kurangnya pekerja sehingga buah kelapa sawit tidak bisa dipanen tepat waktu.

Para pekerja di sektor itu kembali ke negara masing-masing dalam tiga tahun terakhir akibat pandemi.

Baca juga: Raja Malaysia minta rumusan rencana jangka panjang untuk kejayaan
Baca juga: PM: Malaysia perlu UU lebih tegas tangani pelanggaran lingkungan

Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Anton Santoso
Copyright © ANTARA 2022