Jakarta (ANTARA) - Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) menilai vonis Majelis Hakim Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta terhadap Kolonel Infanteri Priyanto, terdakwa pembunuhan dua remaja di Nagreg, Jawa Barat, sudah tepat.
"Kalau melihat keadilan semaksimalnya hukuman yakni hukuman seumur hidup itu sudah paling tepat," kata Ketua PBHI Julius Ibrani saat dihubungi di Jakarta, Selasa.
Akan tetapi, lanjut dia, itu saja tidak cukup karena perlu dipastikan apakah terdakwa masih aktif secara kedinasan di TNI atau tidak dan menerima fasilitas yang melekat padanya.
Baca juga: Hakim vonis Kolonel Priyanto penjara seumur hidup
Kendati majelis hakim memvonis Kolonel Infanteri Priyanto penjara seumur hidup dan pidana tambahan, yakni dipecat dari dinas militer, Julius tetap mengkhawatirkan yang bersangkutan masih menerima tunjangan dan uang pensiun.
Namun, secara umum PBHI menilai apabila vonis pidana seumur hidup serta dipecat dengan tidak hormat tanpa menerima tunjangan dan lain sebagainya, maka putusan pengadilan sudah sangat tepat.
"Satu hal ketika dia diproses secara terbuka, itu mesti diapresiasi dulu," ujarnya.
Baca juga: Hakim: Penyalahgunaan kapasitas prajurit TNI perberat vonis Priyanto
Ia mengatakan dari awal sebenarnya PBHI berharap proses hukum Kolonel Infanteri Priyanto dilaksanakan di pengadilan sipil bukan pengadilan militer. Sebab, Julius memandang kasus itu sama sekali tidak terkait dengan tugas militer.
PBHI juga mempertanyakan rencana penempatan terdakwa di lembaga pemasyarakatan (lapas) sipil apabila vonisnya telah berkekuatan hukum tetap. Sebab, dari awal yang bersangkutan menjalani sidang di pengadilan militer.
"Ini ada kekeliruan dan harus dibenahi lewat Undang-Undang Peradilan Militer. Itu harus dibalikkan semua ke sipil," jelas dia.
Baca juga: Kolonel Priyanto dituntut penjara seumur hidup
Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2022