"Pengusaha-pengusaha luar negeri sampai saat ini terus mempertanyakan perkembangan Mesuji dan stabilitas keamanan, mereka tidak berani lagi menanamkan modalnya di Lampung," kata Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Lampung Yusuf Kohar, di Bandarlampung, Kamis.
Ia menyayangkan pihak perusahaan selalu jadi bagian yang dipersalahkan dalam setiap konflik. Padahal perusahaan juga mengalami kerugian besar akibat konflik tersebut.
Bahkan, Yusuf juga mengeluhkan, nasib perlindungan hukum kepada pemerintah.
"Kami ini juga kan rakyat, kalau masyarakat datang berbondong-bondong dengan membawa persenjataan, lantas apakah kami tidak punya hak untuk meminta perlindungan dari pemerintah? bukankan kami juga membayar pajak pada pemerintah," ujarnya.
Hal senada juga disampaikan Humas PT Silva Inhutani, dua pekan terakhir aktivitas operasional perusahaan tersebut terganggu dengan adanya aksi warga yang menduduki lahan register 45 Mesuji, Lampung.
"Kami dilarang membawa pekerja harian untuk mengelola lahan yang sudah diserahkan pemerintah kepada perusahaan," kata Humas PT Silva Inhutani, Fitri.
Menurutnya, aksi menduduki kawasan register tersebut membuat 4.025 masyarakat yang menggarap perkebunan di areal itu tidak bisa bekerja dan secara otomatis berdampak kerugian baik bagi perusahaan maupun pekerja itu sendiri.
"Sudah tidak terhitung berapa banyak kerugian yang kami alami, tapi yang jelas lahan yang sudah kami tanami sebanyak 32 ribu Ha, sekarang sudah banyak yang mati. Namun kami belum menginventarisasi jumlah kerusakan tersebut, yang jelas setiap hari kerusakan bertambah," katanya.
Selain itu, pihak perusahaan juga mengaku mendapat teguran dari pekerjanya, karena aktivitas pekerja cenderung berkurang.
Atas dasar tersebut, pihaknya meminta pemerintah segera melakukan penyelesaian terhadap konflik yang berlangsung demi kelancaran pertumbuhan perusahaan yang ada di Lampung. (EM*A054)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2012