Jakarta (ANTARA News) - Kasus kekerasan yang akhir-akhir ini terjadi di Aceh, sebaiknya segera diselesaikan secara cepat agar tidak mengganggu kegiatan ekonomi yang kini kian mulai tumbuh, khususnya kegiatan yang dilaksanakan para pengusaha kecil dan menengah.
Pertumbuhan ekonomi di Aceh dalam tiga tahun terakhir ini, rata-rata mencapai 5,5 persen per tahun, namun kalau masalah kekerasan ini tidak segera diatasi oleh aparat penegak hukum, khususnya polisi bukan tidak mungkin kegiatan ekonomi akan kembali stagnan, dan pengguran akan naik lagi, kata anggota Komisi VI DPR, perwakilan dari Aceh, Ir. Muhammad Azhari, MH di Jakarta, Rabu.
Setelah penggergajian menara listrik tegangan tinggi di Baktiya, Aceh Utara, dan Beureunuen, Pidie, para perusuh juga akan merusak fasilitas publik, menara telekomunikasi.
"Empat orang berusaha menumbangkan menara telekomunikasi milik PT Telkomsel di Uteun Bayi, Kecamatan Banda Sakti, Lhokseumawe, Senin pekan lalu, namun aksi itu untung bisa digagalkan warga yang memergokinya, sehingga tidak menimbulkan kerusakan yang lebih parah disektor telekomunikasi, kata Azhari.
Menurutnya, pertumbuhan Aceh sekitar 5,5 persen itu dapat menyerap tenaga kerja sebesar 3,3 juta orang. Tetapi dengan banyaknya para pekerja, khususnya dari Pulau Jawa yang mulai ketakutan untuk bekerja di sektor bangunan dan perkebunan, usaha meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pendapatan bagi masyarakat Aceh, bakal terpengaruh.
"Kami dari Komisi VI DPR yang membidangi koperasi, perdagangan dan perindustrian, termasuk BUMN mendesak aparat polisi dapat bertindak cepat agar apa yang telah lama dirintis, membangun basis-basis ekonomi di berbagai kawasan di Aceh tidak mubazir," katanya.
Azhari menyampaikan keheranannya, mengapa polisi bisa cepat menangkap para teroris dan koruptor, tetapi terkesan lambat dalam menangani kerusuhan di Aceh.
"Kami ini yang berasal dari Dapel Aceh agak heran dengan polisi, mengapa penangkapan para perusuh dan pengerusak layanan publik di Aceh agak lambat," kata Azhari dnegan nada tanya.
Selama ini, kata Azhari, pihaknya termasuk aktif mengunjungi Aceh dalam rangka bersama-sama departemen terkiat untuk terus mendorong memajukan perekonomian Aceh, baik sektor usaha kecil, perdagangan dan perindustrian, hingga jumlah PAD dan Dana Otonomi Khusus tiap tahun terus naik.
Azhari juga mengatakan, Pendapatan Aceh pada 2007 sebesar Rp3,17 triliun, selanjutnya mulai tahun anggaran 2008 meningkat menjadi Rp 6,64 triliun karena adanya upaya bersama dalam merealisasikan sumber pendapatan baru berupa Dana Otonomi Khusus dan zakat.
Tahun 2009 meningkat sebesar Rp 6,73 triliun dan tahun 2010 turun tipis menjadi Rp6,40 triliun karena turunnya lifting migas, namun tahun 2011 diperkirakan meningkat kembali menjadi Rp7,09 triliun.
Azhari mengingatkan, perjungan para anggota DPR membantu meningkatkan Dana Otsus Aceh, mungkin saja tak akan terserap secara maksimal jika masalah keamanan tidak segera diselesaikan.
Dana Otonomi Khusus di Aceh itu cukup besar, namun jika masalah keamanan tidak segera diatasi, dana Otsus tidak terserap secara optimal, katanya.
(T.Y005/S006)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2012