"Perppu ini diharapkan dapat membuat jadwal yang tidak bertabrakan satu sama lain antara tahapan Pemilu dan Pilkada," kata Pimpinan Rumah Demokrasi Ramdansyah dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Senin.
Ramdansyah juga memberikan catatan terkait perppu tersebut agar tetap terkait tahapan Pemilu Serentak 2024 dan tidak melebar ke sejumlah isu substansi lain.
Perppu, tambahnya, dapat menyinkronkan pemilu dan pilkada yang ada dalam dua undang-undang (UU) berbeda, tetapi tidak dalam satu alur pemikiran yang terhubung dalam keserentakan pemilihan umum.
"Pembentuk Undang-Undang Pilkada Nomor 10 tahun 2016 belum punya konsep keserentakan pemilu. Demikian pula UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu sama sekali mengabaikan potensi keserentakan dengan Pilkada pada tahun 2024. Diharapkan perppu dapat menyelesaikan potensi chaos (kekacauan) ini," jelasnya.
Baca juga: DPR-KPU sepakati durasi masa kampanye 75 hari
Dia menilai penting bagi Pemerintah untuk memastikan keselarasan tahapan antara pemilu dan pilkada, terlebih apabila pemerintah dan lembaga penyelenggara pemilu sepakat untuk mempersingkat durasi kampanye.
"Kebijakan untuk mempersingkat masa kampanye tentunya tidak boleh mengabaikan kepastian dari Pemilu. Pemilu itu adalah pasti dalam proses, tetapi tidak pasti dalam hasil. Pengurangan masa kampanye yang mengerucut menjadi 90 atau 75 hari tentunya harus memberikan kepastian proses pelaksanaan Pemilu 2024," jelasnya.
Pemerintah dan lembaga penyelenggara pemilu sepakat mengurangi durasi kampanye menjadi 75 hari. Namun, menurut dia, persoalan tersebut belum tuntas karena ada beberapa pihak yang belum sepakat dengan pengurangan durasi itu.
"Pertemuan DPR, KPU, dan Bawaslu besok 7 Juni 2022 juga tak akan lepas dari masalah yang cukup krusial ini," ujarnya.
Baca juga: Komisi II DPR: Kesepakatan durasi kampanye pertimbangkan berbagai hal
Pewarta: Putu Indah Savitri
Editor: Fransiska Ninditya
Copyright © ANTARA 2022