Jakarta (ANTARA News) - Politikus dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Dewi Aryani, meminta Pemerintah segera membatalkan rencana pembatasan bahan bakar minyak (BBM) karena kebijakan ini akan memberatkan kehidupan rakyat.
Jika Pemerintah mengeluarkan kebijakan itu, hak rakyat untuk mendapatkan pelayanan dan pemenuhan sektor energi, terutama BBM, bakal tidak terpenuhi, kata Dewi Aryani, anggota Komisi VII DPR RI, kepada ANTARA News di Jakarta, Rabu siang.
Dewi menegaskan, "Alasan pemerintah untuk penghematan sungguh naif, tidak fair, dan malah tidak masuk akal. Pemerintah seharusnya memikirkan bagaimana memperbesar penerimaan negara sehingga kecukupan anggaran dapat terpenuhi."
Ia lantas menyarankan Pemerintah untuk menghindari utang luar negeri yang semakin menjerat negara dan rakyat, yakni dengan cara segera menarik dana pajak dari perusahaan-perusahaan migas dan pertambangan. Kemudian, membereskan segera mafia energi, dan tidak tanggung-tanggung dalam melakukan reformasi birokrasi di ESDM dan sektor lain yang menjadi operator dan pengguna energi.
Menyinggung pernyataan Dirjen Pajak, Fuad Rahmany, dalam keterangan persnya di Jakarta, Selasa (10/1), yang mengatakan bahwa pada tahun 2011 realisasi penerimaan pajak dari sektor migas senilai Rp65 triliun, Dewi yang juga kandidat doktor kebijakan publik sektor energi dari Universitas Indonesia ini menyatakan, "Apa hebatnya?"
"Kita tahu bahwa pada tahun 2011, PT Pertamina telah menyetor pajak pada negara Rp50,9 triliun atau sekitar 72 persen dari realisasi pajak pada tahuin 2011. Sementara di Republik ini kita tahu terdapat banyak perusahaan migas yang bahkan lebih besar dari Pertamina. Ini 'kan sangat-sangat memprihatinkan. Ke mana pendapatan sekian besar yang seharusnya menjadi hak rakyat yang tidak terserap itu? Rakyat hanya dibuat makin sengsara," kata Dewi .
Dewi lantas bertanya, "Terus bagaimana seharusnya sikap Menko Perekonomian? Apa yang akan dilakukan oleh Menkeu/Dirjen Pajak? Bagaimana peran Menteri ESDM dalam pengawasan produksi migas? Apa yang dilakukan oleh BP Migas agar para KKKS membayar pajak dengan jujur dan tepat waktu. Kemudian, bagaimana Kejaksaan Agung dan KPK?"
Apakah untuk hal semacam itu, lanjut Dewi, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang turun langsung, sementara Dewan Energi Nasional (DEN) yang diketuai Presiden belum menghasilkan apa pun dalam pembuatan kebijakan sektor energi. (D007)
Pewarta: D.Dj. Kliwantoro
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2012