Sangata (ANTARA News) - Mantan bendahara bantuan sosial (bansos) Pemkab Kutai Timur, Kalimantan Timur, Fahrul, yang divonis delapan tahun penjara oleh Mahkamah Agung pada 2010 karena terbukti melakukan tindak pidana korupsi, mengajukan Peninjauan Kembali di Pengadilan Negeri Sangata.
Fahrul, didampingi penasihat hukumnya, Sudarta SH, Selasa (10/1) mengatakan, pengajuan Peninjauan Kembali (PK) atas putusan Mahkamah Agung MA, karena memiliki bukti baru, baik bukti administrasi maupun bukti keterangan saksi.
"Semua bukti baru belum pernah dikemukakan dalam sidang sebelumnya, termasuk saksi-saksi," kata Sudarta, SH, yang duduk di samping terdakwa sebelum memasuki Kantor Pengadilan Negeri Sangata.
Kepada wartawan, Sudarta enggan menjelaskan apa yang ingin dicapai dari hasil PK yang dilakukan oleh kliennya, apakah ingin bebas atau demi meminta keringanan hukuman.
"Saya belum bisa memperlihatkan berkas baru atau menyebut saksi-saksi. Tunggu sidangnya saja," katanya sambil melangkah berdiri mengikuti kliennya.
Sedangkan Fahrul mengatakan melakukan PK karena ada bukti yang belum dipertimbangkan hakim, termasuk ada bukti yang berbeda yang jadi pertimbangan.
"Salah satu alasan mengajukan PK dengan bukti baru, seperti hasil kerugian negara, laporan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan BPK dinyatakan hanya Rp19 M lebih, tapi di dakwaan Jaksa Penuntut Umum JPU kerugian negara Rp26 miliar," katanya.
Ia mengatakan, dalam PK nanti mengajukan salah satu mantan Sekretaris Daerah (Sekda) berinisial SJ dan mantan pejabat Inspektorat Wilayah Kabupaten (Itwilkab) Kutai Timur.
Sebelumnya, putusan MA memperkuat putusan Pengadilan Tinggi (PT) Kalimantan Timur, Oktober 2010 yang memvonis Fahrul dengan delapan tahun penjara dan mengganti kerugian negara Rp8 miliar.
Majelis hakim menjatuhkan hukuman denda Rp300 juta subsider tiga bulan kurungan.
Jika tidak bisa mengembalikan kerugian negara sejak putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap, maka harta Fahrul disita untuk pengganti kerugian negara.
Mahkamah Agung memvonis lebih tinggi karena tidak sependapat dengan pertimbangan hakim PN Sangatta. MA menilai kerugian sesuai dengan hasil audit kedua sebesar Rp 26 miliar lebih.
Sementara, dalam hasil audit pertama, kerugian negara hanya Rp 19,9 miliar. Terpidana Fahrul sudah mengembalikan kerugian negara mencapai Rp 17 miliar.
Fahrul divonis hukuman penjara 4 tahun dan enam bulan dipotong masa tahanan melalui Pengadilan Negeri (PN) Sangatta yang menyidangkan kasus ini meyakini bahwa Fahrul AS telah melakukan tindak pidana korupsi secara berulang.
Sidang yang digelar 19 Juli 2010) itu dipimpin ketua majelis hakim Satrio Mukti Aji SH dengan hakim anggota Ali Sobirin SH dan Rudy SH.
Dalam amar putusannya, majelis hakim memutuskan bahwa Fahrul secara sah dan meyakinkan melakukan perbuatan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 3 UU 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dalam UU 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 KUHP.
Dalam putusannya, majelis hakim menyebutkan banyak pertimbangan. Keterangan saksi serta alat bukti tidak terbantahkan membuat mejelis hakim berketetapan Fahrul melakukan tindak pidana korupsi.
Dalam amar putusan itu, majelis hakim juga membeberkan sejumlah kegiatan yang dilakukan Fahrul mengkorupsi uang negara.
Fahrul juga terbukti mendirikan Bella Vision (televisi kabel), Bella Warnet serta membeli mobil Toyota Kijang Innova. Uang hasil korupsi sebesar Rp2,5 miliar juga digunakan membangun masjid di Jalan APT Pranoto, Sangata Utara. (ADI/A041)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2012