Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi IV DPR RI Daniel Johan menilai festival Bakcang yang diselenggarakan Perhimpunan Tionghoa Kalimantan Barat Indonesia (PTKI) dapat memperkuat persaudaraan bangsa dan sekaligus doa agar Indonesia selalu lahir para pemimpin yang setia kepada rakyat.
"Festival Bakcang selain untuk memperkuat persaudaraan, juga sebagai doa agar Indonesia selalu lahir para pemimpin yang setia kepada rakyat, yang benar-benar mengutamakan kesejahteraan rakyat sebagai tujuan tertinggi," kata Daniel dalam keterangannya di Jakarta, Minggu.
Daniel yang merupakan Dewan Pengarah PTKI itu menjelaskan, rakyat selalu mendambakan pemimpin yang setia dan mampu menyejahterakan rakyatnya.
Karena itu menurut dia, festival Bakcang dilaksanakan untuk mendoakan agar Indonesia selalu muncul pemimpin yang dicintai rakyat, yang mempersatukan dan menyejahterakan.
Dia menjelaskan, tradisi makan bakcang muncul sejak zaman Qun Chiu (722-481 SM), yang biasanya dirayakan tiap bulan lima tanggal lima penanggalan lunar.
Baca juga: Gorontalo Utara wakili Indonesia di Festival Tong Tong 2022 di Belanda
Baca juga: Santap nasi pulut, cara diaspora rayakan Festival Perahu Naga
Baca juga: Festival "Nyorog" lestarikan makanan khas Betawi
"Di Indonesia tradisi tersebut terus dijaga karena memiliki makna yang dalam. PTKI merayakan Festival Bakcang di Season City Jakarta pada Minggu (5/6) sebagai bentuk saling merangkul, saling menjaga silaturahmi dan persaudaraan," ujarnya.
Menurut dia, bakcang dibuat dari beras ketan yang isinya ketika sudah matang bersifat lengket sehingga memiliki arti bahwa persaudaraan harus terus dijaga agar tetap lengket, tetap terjalin dengan baik, tanpa membedakan latar belakang apa pun.
Dia menilai, dengan tingginya rasa persaudaraan dengan siapa pun maka segala masalah dapat dengan mudah dapat diselesaikan.
Selain itu Daniel menjelaskan, festival Bakcang juga untuk mengenang nilai-nilai kepemimpinan yang setia kepada rakyat, seperti diikisahkan Qu Yuan, seorang menteri di negara Chu, memiliki dedikasi yang besar kepada rakyat, kemudian dihasut oleh keluarga kerajaan sehingga dipecat dan diusir dari negaranya.
"Melihat kondisi negaranya yang semakin korup dan kacau, ia kemudian bunuh diri dengan melompat ke Sungai Miluo, rakyat yang kemudian merasa sedih beramai-ramai mencari jenazah sang menteri di sungai tersebut. Mereka lalu melemparkan nasi dan makanan lain ke dalam sungai dengan maksud agar ikan dalam sungai tersebut tidak mengganggu jenazah sang menteri," katanya.
Dia menjelaskan, masyarakat di negara Chu tersebut lalu membungkus makanannya dengan daun-daunan yang saat ini dikenal sebagai bakcang.
Selain itu menurut dia, para nelayan yang mencari-cari jenazah sang menteri dengan berperahu akhirnya menjadi cikal bakal dari perlombaan perahu naga setiap tahunnya yang dilaksanakan di berbagai negara.
Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: M Arief Iskandar
Copyright © ANTARA 2022