Jakarta (ANTARA News) - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mendesak pimpinan Polri mengusut tuntas kasus kriminalisasi terhadap pengusaha lokal yang melakukan investasi di Kalimantan Tengah (Kalteng).
Kepada pers di Jakarta, Senin, Ketua Komite Tetap Investasi Indonesia Bagian Tengah Kadin Pusat, Muhammad Solikin, mengatakan, akibat kriminalisasi yang diduga melibatkan aparat kepolisian, pemda, dan pengusaha setempat, telah merugikan pengusaha yang benar-benar berinvestasi untuk kemajuan perekonomian daerah.
Menurut Solikin, pihaknya telah menerima pengaduan seorang pengusaha asal Kalsel bernama Jahrian selaku Direktur PT Sari Borneo Yufanda yang berinvestasi membangun jalan sepanjang 87,2 km dengan total anggaran sekitar Rp200 miliar.
Jalan itu untuk mendukung kelancaran angkutan hasil tambang, kehutanan, dan perkebunan di Kabupaten Barito Timur, Kalteng.
Nota kesepahaman (MoU) pembangunan jalan telah ditandatangani dengan pemda setempat pada tahun 2006. Dan, berdasarkan kesepakatan, jika pembangunan jalan selesai, pengoperasian dan hak pengelolaan ada pada perusahaan swasta tersebut selama 18 tahun, sejak 2008.
Selanjutnya, ketika pemasukan dari tarif jalan itu baru terkumpul Rp19 miliar, kata Solikin, Jahrian dituduh korupsi atas hasil pungutan atau tarif jalan yang sebenarnya merupakan hak dia sebagai pengelola jalan yang telah dibangunnya.
"Ini ada konspirasi yang ingin merampok aset pengusaha lain dengan memanfaatkan aparat kepolisian serta pemda," ujarnya.
Solikin juga menjelaskan bahwa tidak lama setelah Jahrian ditetapkan sebagai tersangka, terjadi pengalihan pengelolaan dan pemungutan atas tarif jalan terus berlangsung hingga kini. "Kalau benar ada korupsi, barang bukti berupa jalan itu harus disita," ujarnya.
Kadin memandang modus baru menggunakan tudingan korupsi ini bisa menimbulkan citra buruk berinvestasi di daerah dan trauma bagi calon investornya.
"Ini bukan saja menghambat iklim investasi, tetapi merugikan pengusaha lokal yang ingin invest di daerah lain," ujar Solikin. (D011/M019)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2012