Tema yang diangkat dalam film ini memang begitu dekat dengan keluarga Indonesia. Ditambah lagi, Bene seolah-olah menyuarakan isi hati para anak Batak yang terikat dengan adat, sulitnya mendapat restu saat berpacaran dengan orang yang beda suku, tuntutan untuk menjadi kebanggaan kampung halaman serta peraturan tak tertulis lainnya yang menjadi batu sandungan.
Baca juga: Bene SUCI 3 tuangkan masalah dalam "Ngeri-Ngeri Sedap"
Pada dasarnya, dinamika yang dihadapi oleh keluarga Domu juga terjadi pada suku lain di Indonesia. Oleh karena itu, meski film ini mengambil perspektif anak Batak, namun tetap terasa dekat, relevan dan mengena bagi penontonnya.
Hubungan antara ayah dan anak laki-lakinya yang sangat canggung, bisa dialami siapa saja. Anak perempuan yang tidak boleh mengemukakan pendapat, nasib anak bungsu yang tak pernah didengar serta beban sebagai anak laki-laki pertama yang menjadi penerus silsilah keluarga juga sangat realistis dan terjadi di hampir seluruh lapisan masyarakat.
Konflik yang dibicarakan tak hanya dari kacamata anak dalam memandang orang tua, tapi juga sebaliknya. Begitu juga mengenai hubungan istri dan suami, posisi mertua, keluarga besar dan masyarakat sekitar.
Budaya Batak
Salah satu kelebihan dari "Ngeri Ngeri Sedap" adalah memperkenalkan budaya Batak pada penonton. Film dengan latar belakang suku di Sumatra Utara ini terbilang masih jarang dipilih apalagi yang benar-benar membicarakan soal tata krama, kebiasaan dan adat istiadatnya.
Bene sendiri merupakan putra Batak dan para pemain yang terlibat dalam film ini juga orang-orang Batak. Maka tak heran, kalau Bene dapat menggambarkannya secara detail.
Baca juga: Serial "Cek Toko Sebelah: Babak Baru" tayang bulan depan
Baca juga: Penjelasan Ernest Prakasa soal kelanjutan "CTS the Series"
Baca juga: Rayakan Hari Film Nasional, saksikan 10 rekomendasi film Indonesia
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2022