Perencanaan kegiatan pembangunan food estate belum berdasarkan data dan informasi yang valid

Jakarta (ANTARA) - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melakukan pemeriksaan tematik atas dua prioritas nasional sesuai Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2021 yaitu penguatan ketahanan ekonomi dan pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM).

Ketua BPK Isma Yatun mengatakan pemeriksaan atas prioritas nasional penguatan ketahanan ekonomi mengungkapkan permasalahan antara lain Kementerian Pertanian (Kementan) belum dapat menggambarkan pemenuhan kebutuhan padi dan jagung sampai ke tingkat provinsi atau kabupaten melalui pemanfaatan sistem informasi pangan.

"Perencanaan kegiatan pembangunan food estate belum berdasarkan data dan informasi yang valid. Serta kegiatan pemasaran 10 Destinasi Pariwisata Prioritas (DPP) belum didukung dengan strategi pemasaran yang memadai," kata Isma Yatun dalam penyerahan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II Tahun 2021 kepada Presiden Jokowi, sebagaimana dikutip dari keterangan resmi, Jumat.

Sedangkan pemeriksaan atas prioritas nasional pembangunan SDM mengungkapkan permasalahan berupa penyelarasan kerangka hukum, kebijakan, dan pengaturan kelembagaan belum bisa memperkuat hubungan kelembagaan di bidang kesehatan.

BPK juga menemukan indikasi bantuan Program Kartu Prakerja untuk 119.494 peserta sebesar Rp289,85 miliar yang dijalankan Kemenko Bidang Perekonomian tidak tepat sasaran, karena diterima oleh pekerja atau buruh yang memiliki gaji atau upah di atas Rp3,50 juta.

Baca juga: BPK periksa 256 objek di lingkungan pemda dalam IHPS II-2021

“Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi belum menetapkan peta jalan pendidikan vokasi dan belum melakukan koordinasi secara memadai dengan kementerian/lembaga lain/pemprov/dan dunia kerja dalam menyusun peta jalan pendidikan vokasi,” papar Isma Yatun.

IHPS tahun 2022 mengungkap 4.555 temuan yang memuat 6.011 permasalahan sebesar Rp31,34 triliun. IHPS ini memuat ringkasan dari 535 Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) yang terdiri dari 3 LHP keuangan, 317 LHP kinerja, serta 215 LHP dengan tujuan tertentu.

Sebanyak 53 persen atau 3.173 permasalahan berkaitan dengan ketidakhematan, ketidakefisienan, dan ketidakefektifan, senilai Rp1,64 triliun. Kemudian 29 persen atau 1.720 permasalahan ketidakpatuhan senilai Rp29,70 triliun, dan 18 persen atau 1.118 permasalahan terkait kelemahan Sistem Pengendalian Intern (SPI).

Sejak 2005 hingga 2021 BPK telah menyampaikan 633.648 rekomendasi hasil pemeriksaan senilai Rp305,84 triliun kepada entitas yang diperiksa.

Hasil pemantauan atas tindak lanjut rekomendasi tersebut menunjukkan 77,3 persen atau 490.014 rekomendasi senilai Rp156,10 triliun telah sesuai, 16,6 persen atau 105.193 rekomendasi senilai Rp100,15 triliun belum sesuai, 5,0 persen atau 31.709 rekomendasi senilai Rp27,89 triliun belum ditindaklanjuti, dan sebanyak 1,1 persen atau 6.732 rekomendasi senilai Rp21,70 triliun tidak dapat ditindaklanjuti.

"Secara kumulatif hingga 31 Desember 2021 entitas telah menindaklanjuti rekomendasi BPK dengan melakukan penyetoran uang dan atau penyerahan aset ke negara/daerah/perusahaan senilai Rp117,52 triliun. Capaian tersebut merupakan implementasi komitmen entitas untuk bersama mewujudkan akuntabilitas dan transparansi pengelolaan keuangan negara yang lebih baik," imbuh Isma Yatun.

Baca juga: BPK ungkap 6.011 permasalahan Rp31,34 triliun pada IHPS II 2021

Pewarta: Sanya Dinda Susanti
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2022