Jakarta (ANTARA) - Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (Organization of the Petroleum Exporting Countries/OPEC) dan sekutunya, atau yang dikenal sebagai OPEC+, pada Kamis (2/6) menyetujui peningkatan output minyak yang signifikan pada Juli 2022 untuk membantu mengendalikan lonjakan harga minyak.

Kelompok itu sepakat untuk meningkatkan produksi minyak sebesar 648.000 barel per hari (bph) pada Juli, lebih tinggi dari kenaikan bulanan sebelumnya, yaitu sebesar 432.000 bph.

Pertemuan Tingkat Menteri OPEC dan non-OPEC ke-29 memutuskan untuk mempercepat penyesuaian produksi yang direncanakan untuk September dan "redistribusi secara merata" peningkatan output 432.000 bph untuk Juli dan Agustus, menurut pernyataan OPEC yang dirilis usai pertemuan itu.
 
  Rencana produksi OPEC+ untuk Agustus, menurut praktik kelompok tersebut, akan diumumkan pada pertemuan tingkat menteri berikutnya yang dijadwalkan pada 30 Juni. (Xinhua)


Menurut pernyataan itu, pertemuan Kamis tersebut mencatat "pembukaan terbaru dari sejumlah lockdown di pusat-pusat ekonomi global utama" dan peningkatan kapasitas yang diharapkan dari kilang global setelah pemeliharaan musiman. Para peserta juga "menyoroti pentingnya pasar yang stabil dan seimbang untuk minyak mentah dan produk turunannya."

OPEC+ memangkas produksi minyak secara besar-besaran pada 2020, ketika pandemi COVID-19 menekan permintaan. Pada Juli 2021, kelompok tersebut sepakat untuk meningkatkan output minyak sekitar 400.000 bph setiap bulan guna secara bertahap mengurangi pemangkasan output.
 
   Sebelum pertemuan pada Kamis tersebut, kelompok produsen minyak itu tetap pada rencananya untuk meningkatkan output secara bertahap, mengabaikan seruan berulang dari para konsumen utama, termasuk Amerika Serikat, untuk membuka keran lebih luas guna mengendalikan lonjakan harga minyak (Xinhua)


Keputusan pada Kamis diambil karena harga minyak mentah tetap tinggi di tengah berlanjutnya pasokan yang minim, pemulihan permintaan, dan ketegangan geopolitik. Harga untuk minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) dan Brent telah berada di level sekitar 110 dolar AS (1 dolar AS = Rp14.526) per barel dalam beberapa pekan terakhir.

Sebelumnya pada pekan ini, Uni Eropa memutuskan untuk melarang lebih dari dua pertiga impor minyak Rusia, yang semakin mencuatkan kekhawatiran pasokan.
 

Pewarta: Xinhua
Editor: M Razi Rahman
Copyright © ANTARA 2022