Teori ekonomi di FE sekarang tentang persaingan, pasar, dan sejenisnya, sehingga melahirkan sarjana kapitalis, padahal koperasi merupakan sistem ekonomi yang mengajarkan kerja sama atau gotong royong.

Surabaya (ANTARA News) - Guru Besar FE UI Prof dr Sri-Edi Swasono menilai fakultas ekonomi (FE) pada seluruh universitas di Indonesia memihak kapitalis, karena FE sudah menghapus koperasi sebagai sistem ekonomi dalam kurikulum mereka.

"Teori ekonomi di FE sekarang tentang persaingan, pasar, dan sejenisnya, sehingga melahirkan sarjana kapitalis, padahal koperasi merupakan sistem ekonomi yang mengajarkan kerja sama atau gotong royong," katanya di Surabaya, Jumat.

Mantan Ketua Umum Dekopin Pusat itu mengemukakan hal itu di sela-sela menyaksikan penandatanganan nota kesepahaman antara Dekopin Jatim, Dinas Koperasi dan UKM, serta 23 PTN/PTS se-Jatim.

"Kapitalis itu mementingkan persaingan dan pasar, sehingga kapitalis hanya membangun kemakmuran pengusaha besar dan menjadikan masyarakat sekitar sebagai penonton, sebaliknya koperasi membangun kerja sama atau gotong royong untuk kemakmuran bersama, baik pengusaha besar, kecil, maupun rakyat," katanya.

Menurut menantu mantan Wapres Mohammad Hatta itu, koperasi merupakan "sokoguru" ekonomi yang sudah diakui dunia, meski dunia masih belum sepenuhnya menerapkan koperasi, namun tren ke arah sana (koperasi) sudah ada, terbukti dengan adanya sosok Muhammad Yunus dengan Grameen Bank yang menerima Nobel.

"Koperasi sebagai guru terlihat dari koperasi tembakau dan cengkih yang menyokong (menyumbang) pabrik rokok, atau koperasi kopra yang menyokong pabrik minyak Bimoli. Jadi, saya bukan tidak setuju supermarket, tapi saya setuju supermarket yang di dalamnya ada gabungan mereka yang besar dan kecil," katanya.

Ia mencontohkan sistem kapitalis yang gagal membangun Papua, karena keberadaan Freeport justru menjadikan Papua sebagai provinsi termiskin di Indonesia dengan jumlah 37,8 persen masyarakat miskin, padahal kemiskinan nasional secara rata-rata hanya 13 persen.

"Kita kagum pada investor asing karena kita bermental `terjajah` yang minder, sehingga kepala daerah justru merampok, mengobral, atau menggadaikan negara kepada investor asing, padahal koperasi akan membangun kemakmuran bersama untuk meningkatkan daya saing bangsa kita di dunia," katanya.

Oleh karena itu, katanya, ekonomi kapitalis yang juga mengajarkan teori pertumbuhan harus disikapi secara kritis, karena pertumbuhan yang mengatur tidak boleh ada diskriminasi antara pengusaha besar dan kecil justru tidak adil, sebab pengusaha kecil tidak akan pernah mampu bersaing sampai kapan pun.

"Karena itu, koperasi justru ada saling menyokong antara pengusaha besar dengan pengusaha kecil. Mana mungkin Christ John akan menang kalau diadu dengan Mike Tyson, karena itu pengusaha ekonomi kecil harus didukung untuk menjadi besar. Itulah koperasi," katanya.

Ia menilai universitas memang sudah mengajarkan kewirausahaan, tapi kewirausahaan itu justru melahirkan kapitalis, karena mereka akan mementingkan persaingan, karena itu universitas harus mengajarkan teori ekonomi secara koperasi dan bukan sekadar teori ekonomi yang kapitalis.

"Karena itu, saya mengajari para dosen FE di beberapa universitas di Semarang, Jember, Makassar, dan dalam waktu dekat dengan para dosen FE di Surabaya untuk merumuskan pengajar koperasi dan kurikulum koperasi di dalam universitas lagi," katanya, didampingi Rektor Unitomo Surabaya, dr Ulul Albab.

Dalam kesempatan itu, pimpinan fakultas dan rektorat dari 23 PTN/PTS se-Jawa Timur sepakat untuk menyiapkan modul mata kuliah koperasi untuk diajarkan kepada para mahasiswa mulai tahun ajaran 2012.

"Pemerintah mewajibkan pembelajaran kewirausahaan, tapi kewirausahaan itu sangat kapitalis, karena itu akan kita masukkan mata kuliah koperasi," kata Rektor Universitas dr Soetomo (Unitomo) Surabaya Ulul Albab selaku koordinator PTN/PTS se-Jatim untuk modul koperasi itu.

Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2012