Cikarang, Jabar (ANTARA) - Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin menargetkan 50 persen bahan baku obat dari sektor hulu hingga hilir tersedia di Tanah Air dalam rangka menekan ketergantungan impor pada produk farmasi.
"Target kami, 50 persen bahan baku hulu ke hilir kita upayakan ada di dalam negeri. Siapa yang bikin?, terserah yang penting ada di dalam negeri, jadi kalau ada pandemi lagi, kita tidak perlu sibuk cari dari luar," kata Budi Gunadi Sadikin di Cikarang, Jawa Barat, Kamis.
Baca juga: Pengamat: Pabrik bahan baku obat penting wujudkan ketahanan kesehatan
Belajar dari situasi pandemi COVID-19, Budi mengisahkan betapa sulitnya Indonesia memperoleh vaksin dari sejumlah negara produsen, seperti India.
Gelombang Delta pada Juli 2021 mendorong otoritas kesehatan di India menghentikan pasokan vaksin ke berbagai negara, termasuk Indonesia karena tingginya permintaan dalam negeri di negara tersebut.
Baca juga: Dosen UMM teliti bahan baku obat alternatif bersama empat PTM
"Kami kemarin agak tersendat karena vaksin dibikin oleh Serum Institute of India. Karena dia kekurangan vaksin, di block semua, tidak bisa ekspor. Itu membuat penundaan program vaksinasi di Indonesia secara signifikan dan banyak yang kena dan wafat juga akibatnya," katanya.
Budi mengatakan konsep sistem ketahanan kesehatan merupakan kebijakan yang tidak bisa ditoleransi sebab menyangkut nyawa manusia.
"Tidak bisa kita toleransi dan kita bersedia lakukan investasi karena itu penting sekali menyangkut urusan nyawa," katanya.
Baca juga: BRIN rancang alat pengering bahan baku obat berbasis tenaga surya
Budi mengatakan Indonesia memiliki sumber daya alam yang menjanjikan untuk pengembangan bahan baku obat, tapi hingga saat ini sekitar 90 persen lebih kebutuhan itu didatangkan dari luar negeri.
Salah satu sumber daya alam Indonesia yang menjanjikan sebagai bahan baku obat adalah produk Petro Pharmaceutical yang bisa dikembangkan untuk pembuatan Paracetamol.
"Itu pekerjaan rumah juga bagaimana bangun industri petrokimia dalam negeri, sehingga bahan baku yang dibutuhkan industri farmasi berbasis kimia itu bisa dibangun," katanya.
Selain mengembangkan bahan baku obat berbasis Petrokimia, Budi juga menginginkan industri farmasi dalam negeri mengembangkan obat berbasis plasma seperti albumin, factor eight, immunoglobulin, gamaras dan lainnya.
"Orang Indonesia jumlahnya 270 juta jiwa, seharusnya kita produsen plasma darah nomor empat terbesar di dunia. masa produk yang banyak dipakai masih semuanya impor. Itu kan enggak bener. Pasti ada mafia yang tidak ingin bikin pabriknya di sini," katanya.
Kemenkes juga mendorong pengembangan obat-obatan berbasis biosimilar yang merupakan tiruan dari obat biologis yang sudah habis masa patennya. Kedudukannya serupa obat generik yang merupakan tiruan dari obat kimiawi yang sudah habis masa patennya seperti obat biologis insulin, albumin, dan interferon.
"Kami di Kemenkes akan lebih agresif lagi untuk membangun industri obat bioteknologi yang merupakan transformasi keenam transformasi kesehatan di Indonesia," katanya.
Untuk memuluskan target tersebut, Kemenkes menfasilitasi Change Source Penggunaan Bahan Baku Obat Dalam Negeri dan Peresmian Pabrik Bahan Baku Obat di PT Kimia Farma Sungwun Pharmachopia Delta Silicone 1 Lippo Cikarang, Cikarang Selatan, hari ini.
"Dengan adanya Change Source, memuluskan urusan birokrasi Kemenkes dan BPOM. Diharapkan nanti konsumsi bahan baku obat bisa dipermudah bagi perusahaan farmasi dan BBO yang membuat produk ini," katanya.
Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Heru Dwi Suryatmojo
Copyright © ANTARA 2022