Shanghai (ANTARA) - Pasar saham Asia jatuh pada awal perdagangan Kamis, di tengah kekhawatiran investor yang meluas atas inflasi yang tinggi dan ancaman resesi, sementara harga minyak merosot menyusul laporan jaminan dari Arab Saudi atas produksi.
Pada perdagangan pagi, indeks MSCI dari saham Asia Pasifik di luar Jepang turun 1,0 persen. Indeks saham unggulan China turun 0,45 persen, saham Australia turun 0,90 persen, KOSPI Seoul turun sekitar 1,0 persen dan Nikkei di Tokyo, melemah 0,26 persen.
Patokan global minyak mentah Brent terakhir turun lebih dari 2,0 persen per barel pada 113,86 dolar AS menjelang pertemuan negara-negara produsen minyak yang diperkirakan akan membuka jalan bagi peningkatan produksi.
Minyak mentah AS juga turun lebih dari 2,0 persen menjadi diperdagangkan di 112,55 dolar AS per barel.
Penurunan harga minyak semakin cepat setelah Financial Times melaporkan bahwa Arab Saudi mungkin siap untuk meningkatkan produksi minyak jika terjadi penurunan tajam dalam produksi Rusia.
"Ini akan diterima dengan baik oleh para pemimpin Barat mengingat inflasi - dan ekspektasi inflasi - tetap sangat tinggi, dan bank-bank sentral mencoba menaikkan suku bunga dengan risiko membawa ekonomi mereka ke dalam resesi," kata Matt Simpson, analis pasar senior di City Index di Sydney.
"Lebih banyak pasokan pada dasarnya menenangkan beberapa ketakutan inflasi itu, bahkan jika ada lebih banyak pekerjaan yang harus dilakukan untuk memerangi inflasi."
Kekhawatiran investor atas inflasi dan resesi telah memburuk di tengah ketidakpastian yang disebabkan oleh laju kenaikan suku bunga Federal Reserve AS, dampak perang Rusia-Ukraina pada harga pangan dan komoditas, serta kendala rantai pasokan yang diperburuk oleh pembatasan ketat COVID-19 di China.
Pada Rabu, sebuah survei yang menunjukkan aktivitas manufaktur AS yang lebih kuat dari perkiraan pada Mei tidak banyak membantu meredakan kekhawatiran tersebut. Jamie Dimon, ketua dan kepala eksekutif JPMorgan Chase & Co menyamakan tantangan yang dihadapi ekonomi AS dengan "badai".
Rodrigo Catril, ahli strategi senior valas di NAB, mengatakan rincian survei menunjukkan sinyal harga "masih konsisten dengan tekanan inflasi yang sangat kuat" dan pertumbuhan lapangan kerja negatif di sektor manufaktur.
"Sektor jasa adalah perusahaan besar AS sehingga penting untuk melihat apa yang diungkapkan ISM sektor jasa pada Jumat (3/6/2022)," katanya.
Sebuah survei baru dari aktivitas pabrik Korea Selatan pada Kamis menunjukkan pertumbuhan yang melambat pada Mei karena pesanan impor dan ekspor menyusut, indikator terbaru dari kesengsaraan manufaktur global.
Pergerakan saham Asia mengikuti pelemahan di Wall Street semalam, di mana Dow Jones Industrial Average turun 0,54 persen, S&P 500 kehilangan 0,75 persen dan Komposit Nasdaq turun 0,72 persen.
Sementara data manufaktur AS yang lebih kuat tidak banyak membantu mengangkat saham AS, itu malah mendukung dolar.
Di perdagangan Asia, indeks dolar global stabil di 102,56, sementara yen sedikit menguat menjadi 130,05 per dolar karena imbal hasil AS sedikit lebih rendah dari tertinggi minggu ini, dan euro naik tipis 0,05 persen menjadi 1,0651 dolar.
Imbal hasil acuan obligasi pemerintah AS 10-tahun terakhir 2,9149 persen, turun dari penutupan AS di 2,931 persen pada Rabu (1/6/2022), sementara imbal hasil obligasi dua tahun turun menjadi 2,6517 persen dari penutupan 2,664 persen.
Imbal hasil yang lebih rendah membuat harga emas stabil setelah mencapai level terendah dua minggu pada Rabu (1/6/2022). Emas spot sedikit berubah menjadi diperdagangkan di 1.845,08 dolar AS per ounce.
Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Slamet Hadi Purnomo
Copyright © ANTARA 2022