Kita mendorong industri farmasi dengan keanekaragaman produk hayati
Jakarta (ANTARA) - Wakil Menteri Kesehatan RI Dante Saksono Harbuwono mendorong industri farmasi nasional untuk terus berinovasi dalam mengembangkan fitofarmaka yang telah terbukti khasiat dan manfaatnya melalui uji klinis dan pra klinis.
"Kita mendorong industri farmasi dengan keanekaragaman produk hayati Indonesia diharapkan untuk mengembangkan pengobatan fitofarmaka secara mandiri, dengan melakukan pengolahan-pengolahan efektif dan diharapkan bisa masuk ke dalam uji klinis, tidak hanya pra klinis," kata Dante Saksono Harbuwono melalui keterangan pers yang diterima di Jakarta, Kamis.
Dante mengatakan Obat Modern Asli Indonesia (OMAI) Fitofarmaka hasil riset dan inovasi saintis anak bangsa telah diimplementasikan oleh pemerintah melalui peluncuran Formularium Fitofarmaka pada Selasa (31/5).
Dante mengatakan fitofarmaka yang merupakan produk lokal Indonesia akan terus dikembangkan sebagai upaya mencapai kemandirian yang lebih kuat di masa mendatang.
"Dengan lolos uji klinis, maka terbukti efektif dan dapat digolongkan ke dalam fitofarmaka. Kalau obat sudah tergolong fitofarmaka dia bisa masuk ke dalam Formularium sehingga bisa diresepkan, ujungnya bahwa pengobatan-pengobatan herbal itu bisa dipakai di fasilitas kesehatan," katanya.
Baca juga: Kemenkes luncurkan Formularium Fitofarmaka
Baca juga: BRIN fasilitasi uji klinis implan tulang hingga obat fitofarmaka
Menurut Dante Indonesia harus belajar dari pengalaman menghadapi pandemi COVID-19 agar tidak mengalami kelangkaan obat. Dia berharap obat fitofarmaka bisa menjadi salah satu kunci mempertahankan kemandirian dalam pengobatan secara nasional.
Dante mengakui bahwa saat ini masih ada tantangan bagi industri farmasi dalam mengembangkan fitofarmaka. Diperlukan riset hingga bahan baku terstandar untuk memproduksi fitofarmaka agar bisa diresepkan oleh dokter ke pasien.
Salah satu industri farmasi yang menggencarkan inovasi dan riset fitofarmaka adalah Dexa Group.
Director of Research & Business Development Dexa Group Dr Raymond Tjandrawinata mengatakan kesiapan pihaknya untuk ketersediaan fitofarmaka yang memanfaatkan keanekaragaman hayati Indonesia.
Para peneliti telah melakukan riset dan pengembangan untuk menciptakan produk berdaya saing dan tak kalah dengan obat konvensional impor, kata Raymond menambahkan.
"Para saintis kami telah melakukan berbagai macam upaya yang disebut sebagai portofolio program yang akan diluncurkan di kemudian hari. Mulai dari OHT (Obat Herbal Standar) hingga ke Fitofarmaka," ujarnya.
"Karena itu tidak kalah dengan obat kimiawi. Karena kalau sudah dilakukan riset secara farmakologi molekuler, tidak kalah dengan obat kimia yang diimpor dari luar negeri," kata Raymond menambahkan.
Dexa Group, kata Raymond, menggunakan bahan-bahan dari alam Indonesia. Raymond juga menyatakan bahwa pihaknya telah menelusuri seluruh wilayah Indonesia, mencari bahan baku terbaik untuk diolah jadi fitofarmaka.
"Seperti ini, Inlacin ini kan asalnya dari Gunung Kerinci, kayumanis. Kita coba kayumanis di semua daerah di Indonesia maupun di luar negeri, di Sri Lanka, di India, paling bagus rupanya dari Kerinci," katanya.
Tidak hanya untuk di dalam negeri, produk fitofarmaka Dexa Group telah diekspor ke mancanegara. Raymond menyebut para dokter di Filipina, Kanada hingga Amerika Serikat meresepkan fitofarmaka asal Indonesia untuk pasien mereka.
Saat ini, Dexa Group memiliki empat Obat Modern Asli Indonesia fitofarmaka dari enam terapeutik area. Empat obat-obatan fitofarmaka Dexa Group tersebut adalah Stimuno (imunomodulator), Inlacin (antidiabetes), Redacid, (mengatasi tukak lambung) dan Disolf (pelancar sirkulasi darah).
Raymond berharap dengan peluncuran Formularium Fitofarmaka ini akan lebih banyak fitofarmaka yang digunakan untuk menggantikan obat-obatan yang didominasi impor. Selain itu, lebih banyak fakultas kedokteran mengajarkan kurikulum Fitofarmaka agar meningkatkan kesadaran dokter terhadap produk Fitofarmaka.
Baca juga: BPOM: Fitofarmaka bisa menjadi pengganti obat kimia
Baca juga: Kemenkes targetkan 10 BBO bisa diproduksi di dalam negeri pada 2024
Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2022