Ada 17 juta orang menggunakan fitofarmaka untuk terapi
Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kesehatan RI meluncurkan Formularium Fitofarmaka dalam rangka mewujudkan kemandirian Indonesia dalam produksi obat berbahan baku alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah.
"Belajar pada masa COVID-19 ketika kasus masih tinggi, ada 17 juta orang yang menggunakan fitofarmaka untuk kepentingan terapi, untuk perkuat daya tahan tubuh dan terbukti bahwa kita sudah berhasil melewati fase tersebut dan diharapkan ke depannya obat-obat herbal menjadi salah satu kunci mempertahankan kemandirian kita dalam pengobatan secara nasional," kata Wakil Menteri Kesehatan RI Dante Saksono Harbuwono melalui keterangan pers yang diterima di Jakarta, Kamis.
Peluncuran Formularium Fitofarmaka oleh Kementerian Kesehatan RI dilakukan secara Business Matching Tahap III “Peran Rantai Pasok Dalam Negeri untuk Mendukung Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia”, di Jakarta Convention Center, Selasa (31/5).
Dante mengatakan apabila obat sudah tergolong fitofarmaka maka bisa masuk dalam formularium sehingga bisa diresepkan oleh dokter.
Baca juga: BPOM dorong peningkatan kualitas-kuantitas obat herbal dan fitofarmaka
Baca juga: Kemenkes targetkan 10 BBO bisa diproduksi di dalam negeri pada 2024
“Ujungnya, bahwa pengobatan-pengobatan herbal itu bisa dipakai di fasilitas kesehatan. Kalau masih uji hewan dia belum bisa masuk. Untuk itu industri farmasi harus mengupayakan agar produknya bisa masuk formularium, caranya adalah harus melalui uji klinis terstandar,” katanya.
Menurut Dante peluncuran formularium fitofarmaka merupakan salah satu produk lokal Indonesia, dapat meningkatkan ketahanan kesehatan Indonesia untuk terus dikembangkan.
Salah satu industri farmasi yang mengembangkan fitofarmaka adalah Dexa Group.
Director of Research & Business Development Dexa Group Raymond Tjandrawinata mengatakan para peneliti di Dexa Group telah melakukan berbagai upaya mewujudkan portofolio program yang akan diluncurkan di kemudian hari.
“Mulai dari obat herbal standar hingga ke fitofarmaka. Untuk itu kami menggunakan bahan alam hanya Indonesia, jadi kami telusuri untuk mendapatkan bahan alam dari seluruh kepulauan Indonesia, apa yang baik untuk dibuat, untuk menjadi obat-obat fitofarmaka,” katanya.
Raymond mencontohkan Inlacin yang berasal kayu manis dari Gunung Kerinci. “Kita coba kayu manis di semua daerah di Indonesia maupun di luar negeri, di Sri Lanka, di India, paling bagus rupanya di Kerinci. Portfolio itu dibuat dari keperluan apa yang diperlukan oleh dokter dan diresepkan oleh dokter, tapi kalau masyarakat mau membeli itu bisa izin dokternya,” ujarnya.
Saat ini, Dexa Group memiliki empat varian obat modern asli Indonesia fitofarmaka dari enam terapeutik area. Empat obat-obatan fitofarmaka Dexa Group tersebut adalah Stimuno (imunomodulator), Inlacin (antidiabetes), Redacid, (mengatasi tukak lambung) dan Disolf (pelancar sirkulasi darah).
Ke depannya Raymond mengharapkan peluncuran formularium fitofarmaka penggunaan Obat Modern Asli Indonesia fitofarmaka akan semakin meluas seiring dengan semakin banyaknya dokter yang meresepkan.
"Potensi penggunaan obat fitofarmaka bisa 5-10 persen oleh dokter di Indonesia, saat ini jumlah dokter yang meresepkan masih ratusan," katanya.
Selain itu, fitofarmaka diharapkan bisa menjadi substitusi bahan baku impor dan juga menjadi bagian kurikulum di fakultas kedokteran.
Baca juga: BPOM: Fitofarmaka bisa menjadi pengganti obat kimia
Baca juga: BRIN siapkan hibah uji klinis untuk banyak kandidat fitofarmaka
Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2022