Kekuatan, suara, jaringan, dan koneksi anak muda perlu dimanfaatkan untuk membantu membangun kembali koneksi dengan alam demi masa depan yang berkelanjutan untuk semua

Jakarta (ANTARA) - Kontribusi pemuda untuk menciptakan masa depan bumi yang lebih berkelanjutan dan layak huni kian penting saat ini.

Inisiatif ini bisa dimulai dengan mendukung perusahaan-perusahaan yang melakukan praktik bisnis ramah lingkungan lewat investasi hijau atau green investment.

Investasi hijau berfokus pada perusahaan atau proyek yang berkomitmen pada konservasi sumber daya alam, pengurangan polusi, atau praktik bisnis sadar lingkungan lainnya.

Co-Chair Y20 Indonesia 2022 Indra Dwi Prasetyo menekankan pentingnya bertindak sejak dini untuk menyelamatkan bumi, sehingga cara kita hidup di bumi ini, baik itu penggunaan sumber daya dan produksi limbah yang berlebihan maupun ekonomi linier perlu diubah.

Kekuatan, suara, jaringan dan koneksi anak muda perlu dimanfaatkan untuk membantu membangun kembali koneksi dengan alam demi masa depan yang berkelanjutan untuk semua.

Forum Y20 diharapkan dapat terus mendorong penerapan model ekonomi sirkular, memperkuat kemitraan antara negara-negara G20 dan kaum muda yang merupakan agen perubahan dalam menciptakan lingkungan yang aman, inklusif, berkelanjutan dan layak untuk semua.

Dalam tiga hingga lima tahun terakhir, investasi hijau telah menjadi tren di pasar global, yang tercermin dari derasnya arus modal yang mengalir ke perusahaan-perusahaan tersebut hingga mencapai 7,3 miliar Dolar AS pada kuartal I-2020 dan menjadi rekor tertinggi sepanjang sejarah.

Meskipun jenis investasi ini telah mendapatkan popularitas di pasar negara maju seiring dengan meningkatnya kesadaran lingkungan dan sosial di kalangan investor ritel selama beberapa tahun terakhir, nampaknya Indonesia masih lambat dalam mengadopsi tren tersebut.

Indonesia adalah salah satu dari 40 negara lebih yang menandatangani deklarasi Global Coal to Clean Power Transition (Transisi Batubara Global Menuju Energi Bersih) di Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Perubahan Iklim Ke-26 (COP26).

Sebagai kekuatan ekonomi terbesar di Asia Tenggara, Indonesia berkomitmen untuk mencapai target nol emisi pada 2060 atau paling cepat sekitar 2040, dengan syarat menerima bantuan keuangan dan teknis dari komunitas internasional.

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) memperkirakan jalur pembangunan rendah karbon menuju nol emisi karbon pada 2045 dapat menghasilkan tingkat pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) rata-rata enam persen per tahun atau di atas proyeksi bisnis biasa seperti saat ini.

Program ini juga diperkirakan dapat menciptakan 15,3 juta lapangan kerja dan yang paling penting adalah menempatkan Indonesia sebagai tujuan utama investasi hijau.

Kemajuan ini tentu dapat dicapai lebih cepat dengan dukungan yang kuat. Selama COP26, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) berharap negara maju dapat merealisasikan pendanaan terkait perubahan iklim senilai 100 miliar dolar AS untuk negara-negara berkembang.

Dengan bantuan dana internasional, potensi Indonesia untuk menurunkan tingkat emisi karbon dapat terwujud.

Seiring tumbuhnya tren investasi hijau di kalangan publik yang kian peduli akan emisi karbon, VP External Affairs Pluang Wilson Andrew menyarankan Indonesia membutuhkan kerangka peraturan yang mendukung.

Dengan demikian pihaknya mendukung upaya pemerintah dalam pembuatan regulasi guna menciptakan situasi kondusif dalam investasi hijau dan peningkatan modal di Tanah Air.

Pluang sebagai pihak swasta mendukung berbagai inisiatif yang telah dicanangkan pemerintah dalam investasi hijau, sebagaimana tersedianya berbagai produk yang tergolong dalam investasi hijau dalam kategori aset Indeks saham Amerika.

Pengguna aplikasi itu bisa berinvestasi di perusahaan-perusahaan yang telah dikategorikan sebagai ekuitas hijau alias green equity. Saham perusahaan dapat dikatakan green equity apabila perusahaan memperhatikan aspek lingkungan dan sumber daya alam, baik dalam melalui alokasi dana maupun kegiatan yang berkaitan dengan lingkungan.

Ke depannya, berbagai perusahaan swasta diharapkan menggencarkan green equity dalam berbagai produk investasi yang ditawarkan guna mendorong pembelian terhadap produk investasi yang ramah lingkungan.

Hal tersebut tentunya dapat meningkatkan tren investasi hijau di kalangan pemuda dan menjadi langkah untuk bersama-sama menciptakan planet yang berkelanjutan dan layak huni di masa depan.

Bursa Efek Indonesia (BEI) sendiri telah mendukung pengembangan investasi Indonesia yang berkelanjutan, salah satunya dengan bergabung dengan inisiatif Sustainable Stock Exchange (SSE) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 2019.

BEI juga mendukung Task Force on Climate-related Financial Disclosures (TCFD/Satuan Tugas untuk Pengungkapan Keuangan terkait Iklim) pada 15 Juni 2021, serta menyediakan produk investasi hijau, seperti obligasi hijau, sukuk hijau dan reksa dana berbasis aspek lingkungan, sosial dan tata kelola (ESG).

Selain itu, saat ini terdapat pula dua indeks di BEI bertema ESG, yakni indeks IDX ESG Leaders dan Indeks SRI-KEHATI (Sustainable and Responsible Investment-Keanekaragaman Hayati), dengan masing-masing berisikan 30 saham dan 25 saham perusahaan tercatat yang memiliki komitmen tinggi dalam mempraktikkan aspek ESG.

Adapun salah satu kebijakan yang dirancang Pemerintah Indonesia guna menggaet investasi hijau baru-baru ini, yakni melalui instrumen penetapan harga karbon yang terdiri atas pajak karbon dan perdagangan karbon.

Kebijakan tersebut diatur melalui Undang-Undang tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan dan telah menerbitkan peraturan tentang nilai ekonomi karbon untuk mengatur mekanisme perdagangan karbon.

Selain itu, Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dan Kementerian Luar Negeri telah membuat nota kesepahaman untuk memperkuat diplomasi ekonomi Indonesia dalam penanaman modal asing langsung (FDI).

Kedua kementerian itu berkomitmen untuk menargetkan peluang investasi hijau untuk mendorong investasi di sektor kesehatan, menarik FDI hijau dan ramah lingkungan, serta menargetkan mitra strategis dalam kerangka Lembaga Pengelola Investasi atau Sovereign Wealth Fund (SWF).

Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi menyatakan Indonesia saat ini fokus pada investasi asing di sektor ekonomi hijau, sehingga investor asing harus memenuhi beberapa persyaratan untuk berinvestasi di Indonesia.

Persyaratan yang dimaksud, yakni ramah lingkungan, berkomitmen untuk mendidik tenaga kerja lokal, bersedia melakukan alih teknologi dan memberikan nilai tambah bagi Indonesia dalam pengelolaan sumber daya mineral.

Baca juga: Luhut tawarkan kawasan industri hijau Kaltara ke Elon Musk

Baca juga: Menteri Investasi siapkan dua kawasan bangun industri hijau

Baca juga: Kadin sarankan lima cara percepat investasi berkelanjutan

Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2022